Caketum Partai Golkar (kiri ke kanan) Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Setya Novanto, Ade Komarudin, Airlangga Hartarto, Priyo Budi Santoso, serta dua perwakilan dari Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo mengangkat nomor ketika pengambilan nomor urut pemilihan Caketum Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Sabtu (7/5). Pengambilan nomor urut oleh enam kandidat serta dua perwakilan kandidat itu merupakan rangkaian jelang pemilihan Ketua Umum Golkar periode 2016-2019 yang akan digelar dalam Munaslub Partai Golkar mendatang. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pd/16

Jakarta, Aktual.com —Jelang pelaksanaan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar dalam pemilihan ketua umum, di Bali 15-17 Mei mendatang terus menjadi perhatian publik.

Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago (Ipang) mengaku tertarik melihat sosok bakal calon ketua umum (Balon Ketum) DPP Golkar Setya Novanto (Setnov), ketimbang balon ketum lainnya.

Pasalnya, bila Setya Novanto terpilih sebagai ketua umum DPP Golkar nantinya hanya akan menjalankan ketentuan pemikiran yang dikeluarkan Aburizal Bakrie (ARB).

“ARB tidak mau kehilangan pesona ketika tidak lagi jadi Ketum Golkar. Yang paling dekat dengan ARB, saya rasa adalah Setya Novanto (Setnov). Maka Novanto sangat bergantung pada ARB,” kata Pangi, di Jakarta, Minggu (8/5).

Terlebih, dikatakan Ipang, dari hasil laporan harta kekayaannya, Setnov merupakan kandidat Balon Ketum Golkar terkaya dibandingkan dengan kandidat lainnya.

“ARB bakal dukung Setnov dan kalau kita telaah secar kritis, kans Setnov untuk terpilih jadi ketum Golkar tergolong tinggi,” sebut dia.

Dengan dukungan ARB itu, sambung Ipang, bila terpilih nanti Setnov diduga hanya akan menjadi ‘boneka cantik’ untuk menjaga kepentinga politik ARB meski sudah menjadi mantan ketua umum partai beringin tersebut.

“ARB akan tetap memilihara bonekanya. Kalau ngak bisnis ARB jadi terganggu, saluran kekuatan politik berupa Parpol bisa memuluskan izin dan menjaga kepentingan bisnis agar berjalan dengan mulus,” pungkas pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Andy Abdul Hamid