Jakarta, Aktual.co — Energy Watch Indonesia (EWI) mengapresiasi langkah tim Reformasi Tata Kelola Migas yang merekomendasikan Pertamina untuk menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) Ron 88 dan menggantinya dengan BBM RON 92 yang lebih rendah kandungan sulfurnya sekirar 0.25%.
“Rekomendasi ini sudah tepat. Namun rekomendasi ini harus diwaspadai jangan sampai menjadi pintu masuk liberalisasi BBM kita. Jangan sampai masyarakat dihadapkan pada fluktuasi harga minyak dunia yang tentu akan berpengaruh pada harga bahan-bahan pokok,” kata Direktur Eksekutif Energy Watch Ferdinand Hutahaean kepada wartawan, Jakarta, Senin (22/12).
Ia menjelaskan, Undang-undang (UU) menyatakan bahwa yang disubsidi adalah BBM RON 88, dengan demikian apabila dalam dua bulan Pertamina benar menghentikan impor BBM RON 88 dan akan memasok BBM RON 92 ke pasar.
“Pertanyaannya adalah apakah harga BBM masih mendapatkan subsidi? jika masih dapat, artinya akan ada pelanggaran UU,” ujarnya.
Sehingga untuk menghindari pelanggaran UU, kata dia, ujung-ujungnya subsidi dihapus. Ini akan menjadi beban besar bagi rakyat untuk menghadapi gejolak perubahan naik turunnya harga minyak dunia. Negara tdk boleh menempatkan masyarakat menghadapi sendiri fluktuasi ini.
Menurutnya, rekomendasi tersebut memang sudah tepat daripada rakyat dibodohi dengan RON 88 yang memang diragukan bahwa kita tidak menggunakan RON 88 di pasar tapi RON 92,  tapi ke publik dikatakan bahwa itu RON 88.
“Alasan itu hanya untuk melegalisasi angka subsidi yang seolah-olah untuk rakyat padahal tidak demikian. Adanya Ketentuan yang menyatakan bahwa subdidi tk RON 88 dijadikan pembenaran untuk merampok subsidi,” katanya.
“Berani tidak pemerintah sekarang mengambil sampel dari SPBU dan mengujinya di lab, oktan berapa sebetulnya yang ada? Saya dapat info bahwa Sucofindo pernah melakukan riset dan menemukan fakta bahwa dipasar adalah RON 91 yang disebut RON 88.  Artinya selama ini kita dibodohi,” imbuhnya.

Artikel ini ditulis oleh: