Diskusi yang diadakan Komunitas Pewarta Pemilu (KPP) dengan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) bertema 'Efek Putusan MK Terhadap Calon Senator' di Jakarta, Jumat (27/7). AKTUAL/ TEUKU WILDAN

Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik Ujang Komaruding memiliki pandangan tersendiri dalam polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota partai politik untuk menjadi calon anggota DPD RI dalam Pemilu 2019.

Hal ini diungkapkannya dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Efek Putusan MK Terhadap Calon Senator’ yang diadakan oleh Komunitas Pewarta Pemilu (KPP) dengan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia di Jakarta, Jumat (27/7).

Ia berpendapat, penyusupan anggota parpol ke dalam DPD dilandasi oleh minimnya wewenang yang dimiliki oleh lembaga perwakilan daerah ini.

“Karena kewenangan DPD ini enggak ada, berbeda dengan DPR,” kata Ujang.

Keterbatasan ini, kata Direktur Indonesia Political Review (IPR) ini, berbeda dengan Senator yang terdapat dalam negara-negara demokrasi lainnya, seperti Amerika Serikat misalnya.

“Di Amerika itu Senator punya hak budgeting, bukan hanya kongres saja (yang punya hak budgeting). Kalau di sini cuma DPR yang punya hak budgeting dan kewenangannya banyak,” jelasnya.

Kondisi ini, lanjutnya, berawal dari amandemen UUD 45 yang terjadi pada masa 2000-2002 silam. Pada masa itu, terdapat semangat untuk melakukan pembaharuan dalam sistem demokrasi dan tata negara Indonesia.

Sayangnya, menurut Ujang, usulan tentang pendirian DPD ini terlalu merujuk pada sistem demokrasi di AS. Padahal, Indonesia dan AS memiliki bentuk negara yang sama sekali berbeda.

Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sementara bentuk negara AS adalah federal.

“Jadi DPD di negara kita itu setengah hati,” tambah Ujang.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan