Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno. (ilustrasi/aktual.com)
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Mantan Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas, Fahmy Radhi, meminta pemerintah meninjau kembali mekanisme holding yang dilakukan saat ini. Sebab dalam penilaiannya konsep holding yang disusun Menteri BUMN Rini Soemarno dilakukan secara serampangan dan hanya akan membuat kekacauan bisnis di BUMN.

Fahmy yang juga pengamat ekonomi dan energi UGM menyatakan bahwa perkara holding bukan persoalan yang sederhana dan asal tunjuk. Bagaimanapun, tujuan holding harus didasari blue print yang tertuang dengan jelas dan terukur. Utamanya tujuan dalam rangka mencapai kedaulatan sektor energi bagi Indonesia.

“Pembentukan holding energi bukanlah tujuan, melainkan salah satu opsi untuk mencapai pengelolaan sektor energi demi ketahanan dan kedaulatan energi. Kalau pembentukan holding energi sebagai opsi untuk mencapai perbaikan sektor energi, maka perlu melalui tahapan yang terencana dan dituangkan dalam blue print,” katanya di Jakarta, Selasa (4/10).

Dia memaparkan, semestinya tahapan holding didahului dengan mensinergikan seluruh BUMN yang mengelola sub-energi sebagai anak perusahaan di bawah perusahaan holding yang direncanakan akan dibentuk.

Kemudian, sinergi dilakukan pada BUMN sub-energi yang mempunyai lini bisnis yang sama seperti PGN dengan Pertagas dan yang mempunyai karakteristik integrasi horizontal. Misalnya PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dengan PT PLN.

“Setelah tahapan sinergi seluruh BUMN sub-energi sudah selesai, barulah dilakukan assessment untuk membentuk perusahaan holding, bukan menunjuk Pertamina” ujarnya.

Untuk itu, Fahmy meminta pemerintah melakukan proses ulang pembentukan holding energi. Proses ulang tersebut diawali dengan mensinergikan seluruh BUMN Energi yang terdiri dari BUMN Minyak dan Gas (Migas), Mineral dan Batu Bara (Minerba), Listrik, serta Energi Terbarukan.

“Pada saat sinergi sudah terjadi secara total, maka pemerintah mendirikan BUMN baru yang 100 persen sahamnya dikuasai negara untuk berperan sebagai Perusahaan holding, bukan menunjuk Pertamina,” kata dia.

“Berhubung pembentukan holding energi saat ini tanpa konsep dan tujuan yang jelas, serta prosesnya tergesa-gesa, pemerintah harus memproses ulang pembentukan holding energi,” sambung Fahmi. (Dadangsyah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta