Pengamat Politik Sri Yunanto. ANTARA/HO-PMD BNPT
Pengamat Politik Sri Yunanto. ANTARA/HO-PMD BNPT

Jakarta, aktual.comSri Yunanto, seorang pengamat politik, mengemukakan bahwa figur publik yang berbicara di hadapan publik harus menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam memilih kata-kata untuk menyampaikan pandangan mereka.

Sorotan ini muncul menyusul pernyataan kontroversial Rocky Gerung yang dituduh menyebar ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi. Sri Yunanto menjelaskan bahwa norma dan nilai yang berlaku di masyarakat seharusnya menjadi panduan moralitas bagi semua orang dalam berperilaku, terutama bagi mereka yang dianggap sebagai panutan.

“Jika dalam menyampaikan pendapat tidak dilakukan dengan etika, bukan hanya keberadaban dan moralitas bangsa ini yang terancam, tapi juga potensi konflik yang dapat timbul,” ujar Sri Yunanto dalam pernyataan tertulis di Jakarta pada Rabu (9/8/2023).

Dia menjelaskan bahwa ungkapan yang kurang etis dapat memicu emosi seseorang. Meskipun orang yang menjadi sasaran pernyataan tersebut mungkin bisa merespon dengan lapang dada, pengikut atau pihak lain mungkin tidak memiliki kemampuan yang sama.

Sri Yunanto juga mengingatkan tentang potensi buruk jika tindakan yang tidak etis tidak dihadapi melalui jalur hukum. Jika tidak ada konsekuensi hukum untuk pernyataan yang kasar dan tidak etis, ini dapat menjadi preseden buruk di masa depan. Ini bisa membuka pintu bagi siapa saja untuk mengucapkan kata-kata yang kasar dan menghina kepada pemimpin atau tokoh publik berdasarkan ketidaksetujuan pribadi mereka.

“Jangan sampai apa yang disampaikan menjadi contoh, yang kemudian mengarah pada pemikiran bahwa kritik dapat diungkapkan dengan kata-kata kasar dan merendahkan. ‘Jika Rocky Gerung saja tidak dihadapi hukum, maka saya pun bisa melakukannya.’ Pemikiran semacam ini sangat berbahaya,” tegas Sri Yunanto.

Sri Yunanto juga menyoroti pentingnya pengertian hukum yang harus didasarkan pada pemahaman bersama. Misalnya, jika suatu benda disebut ‘gelas’, masyarakat pada umumnya mengenali benda tersebut sebagai ‘gelas’. Tafsiran pribadi yang berbeda dapat menyebabkan konflik. Oleh karena itu, dalam proses hukum, pandangan masyarakat umum dan ahli hukum akan diuji untuk menentukan pengertian yang benar.

Dia mengungkapkan bahwa beberapa ungkapan dapat masuk dalam kategori pencemaran nama baik atau pelanggaran hukum lainnya, dan proses hukum diperlukan untuk menentukan apakah pernyataan tersebut benar-benar melanggar hukum.

“Apakah orang yang dituduh mencemarkan nama baik, menyebarkan ujaran kebencian, atau menistakan agama benar-benar melakukan perbuatan tersebut? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab melalui proses hukum,” kata dia.

Sri Yunanto menegaskan bahwa meskipun Indonesia adalah negara demokrasi di mana kebebasan berbicara dihargai, tetapi kebebasan ini memiliki batasan. Demokrasi tidak boleh menabrak norma sosial, ketentuan hukum, dan ideologi negara.

Dia juga membahas pentingnya menghindari radikalisme dan intoleransi yang bertentangan dengan nilai-nilai negara dan hukum yang berlaku.

“Kita perlu memahami bahwa kebebasan berpendapat adalah suatu hak, tetapi juga harus mematuhi norma dan batasan yang ada demi kesejahteraan bersama,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh: