Pemda jika memang ingin mencari pihak swasta atau partner, lanjut Mamit, seharusnya mencari yang punya pengalaman bagus di sektor migas serta pastinya mempunyai keuangan yang bagus.
“Memang untuk mengelola sendiri Blok B bagi Pemda Aceh saya kira cukup sulit dengan anggaran yang mereka miliki. Makanya mereka harus berhati-hati memilih partner,” ungkap dia.
Termasuk juga, kata Mamit, PT PGE harus berkomunikasi dengan Bumi Siak Pusako, BUMD Riau yang mengelola lapangan mereka setelah diserahkan oleh Chevron. Pola kerjasama mereka dengan tetap menggandeng PHE dimana kepemilikan sebesar 50% masing-masing.
“Ini lebih logis karena Pertamina mempunyai pengalaman dan sisi pendanaan juga bagus.
Memang ini berbeda dengan kasus BUMD Bojonegoro dimana PI 10% yang mereka miliki di berikan kepada swasta,” beber dia.
Akhirnya, kata Mamit, pemerintah mengeluarkan PerMen ESDM No 37/2016 tentang ketentuan PI 10%. Dijelaskan bahwa PI tersebut tidak bisa diperjual belikan dan di awal K3S akan menggendong terlebih dahulu dari sisi pendanaan.
“Saya mengharapkan agar Pemda bisa memanfaatkan secara maksimal peluang yang sudah mereka dapatkan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Aceh, bukan membesarkan pihak lain atau swasta,” ungkap Mamit.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin