“Bila marginnya dikatakan tidak masuk akal, bisa jadi Pemerintah mensubsidi PCR ini hingga harga terjun bebas,” kata Emrus.
Karena berdasarkan rincian harga PCR yang diumumkan oleh Kemenkes dan BPKP itu pertama Rp 900.000 di tahun 2020, kedua, pada tanggal 16 Agustus 2021 ditetapkan pemeriksaan RT PCR Rp 495.000 untuk Pulau Jawa dan Bali serta Rp 525.000 untuk diluar pulau Jawa dan Bali.
Terakhir pada tanggal 27 Oktober ditetapkan Rp 275.000 untuk pulau Jawa dan Bali dan Rp 300.000 untuk di luar pulau Jawa dan Bali. Bila berkaca di tahun 2020 dengan harganya Rp 900.000 dan itu bahan impor, sehingga bisa mahal.
“Tinggal dibuka saja. Kalau itu sudah dibuka transparan maka baru bisa disimpulkan, apakah itu bisnis atau bukan bisnis,” katanya.
Karena penetapan harga juga sudah jelas, maka seharusnya tidak asal tuding. Tinggal, Kemenkes dan BPKP lebih terbuka lagi soal harga PCR ini, agar tidak ada isu liar yang bisa mengganggu kerja presiden dan para menterinya dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi bangsa.
“Saran saya baiknya dua lembaga (Kemenkes dan BPKP) terbuka yah, soal pembelian bahan baku hingga harga bisa turun beberapa kali itu. Kita kan tidak tau, jangan-jangan Pemerintah yang subsidi maka harus kita syukuri, dan tidak ada bisnis disitu karena disubsidi tersebut,” ucapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin