Jakarta, Aktual.co — Pakar Hukum Pidana Universitas Riau Erdianto Effendi menilai, keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi telah memberi ‘efek kejut’ yang luar biasa bagi pemerintah termasuk jajaran penegak hukum lainnya seperti polisi, jaksa dan hakim.
Meski KPK baru bekerja selama 12 tahun. Namun dampaknya memang kini Indeks persepsi korupsi Indonesia naik tujuh tingkat di mana pada 2013 peringkat 114 dan 2014 berada pada peringkat ke-107.
Penilaian tersebut disampaikannya terkait Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index=CPI) Indonesia naik tujuh tingkat. Tahun lalu 114, saat ini berada di peringkat ke-107 dengan skor 34 dari 175 negara yang diukur.
Meski demikian untuk tingkat ASEAN, Indonesia berada di peringkat 5 di bawah Singapura (7), Malaysia (51), Thailand (85) dan Filipina (91).
Namun demikian, menurut Erdianto kurang 12 tahun pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK, belum terjadi perubahan yang signifikan terhadap perubahan karakter budaya masyarakat terhadap korupsi.
“Mirisnya memang bahwa makin ditegakkan hukum justru makin banyak kasus korupsi yang terjadi, sehingga masih perlu diteliti lebih lanjut apakah memang perilaku korupsi yang meningkat atau pengungkapan kasus korupsi yang lebih meningkat?” katanya.
Pada kondisi ini, dia justru menduga, pengungkapan kasus korupsi jauh meningkat. Perilaku korup sesungguhnya justru berkurang. Tingkat kehati-hatian para penyelenggara negara jauh lebih tinggi dibanding sebelum adanya KPK.
“Artinya, dilihat dari teori penjeraan, aspek penjeraan dengan terapi kejut yang dilakukan KPK sesungguhnya sudah cukup. Penyelesaian kasus-kasus korupsi yang berujung pada pemidanaan pelaku sudah cukup memadai jika dilihat dari aspek penjeraan khususnya bagi para pelaku dan juga bagi calon pelaku.”
Namun demikian dalam perspektif teori pemidanaan klasik yaitu teori pembalasan membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan tindak pidana. Dia menambahkan penganjur teori ini antara lain Immanuel Kant yang mengatakan ‘Fiat justitia ruat coelum’ (walaupun besok dunia akan kiamat, namun penjahat terakhir harus menjalankan pidananya).
Kant mendasarkan teorinya pada prinsip moral atau etika. Penganjur lain adalah Hegel yang mengatakan bahwa hukum adalah perwujudan kemerdekaan, sedangkan kejahatan adalah merupakan tantangan kepada hukum dan keadilan.
Oleh karena itu, menurutnya penjahat harus dilenyapkan. Menurut Thomas Aquinas pembalasan sesuai dengan ajaran Tuhan karena itu harus dilakukan pembalasan kepada penjahat. 

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu