Jakarta, Aktual.co — Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRES), Marwan Batubara mengatakan koordinasi antar kementerian terkait wacana Pelabuhan Cilamaya, seperti yang dikatakan pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub), hanya terjadi di atas kertas. Pasalnya, kata dia, jika memang koordinasi dilakukan dengan optimal, isu safety (keamanan) seharusnya tidak ada lagi.
“Belum optimal koordinasinya, apalagi diserahkan ke asing. Sekarang ada masalah listrik juga yang akan padam, bukan hanya pangan dan migas,” ujar Marwan di Jakarta, Sabtu (28/3).
Lebih lanjut dikatakan Marwan, pembangunan Pelabuhan Cilamaya tersebut harusnya dibatalkan. Menurutnya, jika tetap dilanjutkan akibatnya beberapa sektor seperti pangan, energi, dan listrik juga akan mengalami kerugian.
“Saya kira ini sangat kita tuntut untuk dibatalkan, peran negara untuk kementerian. JK (Jusuf Kalla) jangan hanya kepentingan bisnis,” kata dia.
Untuk itu, Marwan meminta pembangunan Pelabuhan Cilamaya ini dapat dilakukan kajian ulang yang lebih medalam. Menurutnya, pembangunan pelabuhan bisa dilakukan di wilayah Indonesia Timur.
“Kalau ditolak kemudian batal pembangunannya, bukan begitu juga. Bisa tetap dibangun, tapi dipindah ke tempat lain yang tidak mengganggu sektor laun,” tegas dia.
Sebelumnya, Media Manager PT Pertamina (Persero), Adiatma Sardjito mengatakan bahwa negara akan merugi puluhan triliun per tahun dari pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat. Hal itu dikarekan di area pembangunan pelabuhan terdapat blok migas yang dioperasikan Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), yang memproduksi minyak sebesar 40 ribu bph dan gas 200 mmscfd.
“Berkurangnya pendapatan APBN karena kehilangan produksi PHE ONWJ sebesar 40 ribu bph minyak dan 200 mmscfd gas, setara dengan Rp60 miliar per hari atau Rp21 triliun per tahun,” ujar Adiatma.
Selain itu, lanjut dia, pasokan gas ke PLTG Muara Karang dan PLTG Tanjung Priok juga akan terganggu. Sebelumnya disebutkan bahwa 60 persen gas dari blok tersebut dialirkan ke PLTG-PLTG di Jakarta dan 40 persen dialirkan ke industri, salah satunya industri pupuk.
“Jakarta akan terdampak langsung karena sumber gas ini untuk menjalankan pembangkit PLN. Jakarta bisa gelap,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:

















