Jakarta, Aktual.co —Diberlakukannya kebijakan pelarangan sepeda motor melintas jalan protokol MH Thamrin-  Medan Merdeka Barat, dianggap merupakan bentuk kelemahan pengawasan DPRD DKI. 
Pengamat politik Jakarta, Amir Hamzah, menilai para anggota dewan di Kebon Sirih harusnya bisa mengkritisi kebijakan itu. 
Alasannya, menurut Undang-Undang no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juncto Perpu no 2 tahun 2012, disebutkan bahwa Pemerintah Daerah harus lebih dulu memenuhi kewajibannya sebelum memberlakukan kebijakan.
Adapun kewajiban yang harus dipenuhi pemprov DKI, lanjut Amir, adalah menyiapkan infrastruktur yang memadai. Seperti menyiapkan jalan dan lahan parkir bagi para pengendara motor yang terkena dampak kebijakan.
“DPRD harusnya pertanyakan itu ke Pemprov DKI. Jangan salahkan masyarakat kalau ada yang menuntut karena Undang-Undang memang memberi hak ke masyarakat. DPRD juga bisa menggugat ke Gubernur DKI (Basuki Tjahaja Purnama) itu dijamin UU 23 tahun 2014 itu,” ucap dia, saat ditemui di DPRD DKI, Jalan kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (18/12).
Tak hanya DPRD DKI, pria berdarah Ambon ini juga menyoroti sikap dari   Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atas kebijakan Ahok soal pelarangan motor melintasi protokol. Terkait dengan rencana pemberlakuan denda hingga Rp500 ribu bagi motor yang melanggar.
Pasalnya tiap kebijakan yang berhubungan dengan keuangan, Gubernur DKI Jakarta harus dapat persetujuan Mendagri Tjahjo Kumolo dulu. Karena menyangkut UU Keuangan Negara.
“Mendagri (Tjahjo) jangan kaya macan ompong. Semua kebijakan yang berupa uang harus disetujui dulu Mendagri. Sehingga dena Rp 500 ribu itu belum bisa berlaku. Harus ada pengesahan Mendagri.”
Pelarangan motor melintasi jalan protokol MH Thamrin-Medan Merdeka Barat sudah memasuki hari ke dua, Kamis (18/12). Dalam sebulan pertama belum diberlakukan sanksi bagi pengendara motor yang melanggar. 

Artikel ini ditulis oleh: