Jakarta, Aktual.co —Pemberitaan masif mengenai aksi begal motor memberi efek positif sekaligus negatif. Positifnya, masyarakat jadi waspada, namun di sisi lain juga menimbulkan keresahan.
Pengamat sosial dan budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati, mengetahui pemberitaan media yang masif sebenarnya tidak benar-benar merepresentasikan fakta.
“Menurut pihak kepolisian, justru kasus pencurian kendaraan bermotor dengan kekerasan atau begal sebenarnya menurun,” kata Devie, Kamis (5/3).
Kata dia, massifnya pemberitaan mengenai begal mampu membius publik, sehingga membuktikan kebenaran teori klasik komunikasi. Yaitu teori peluru, dengan asumsi publik akan dengan mudah mempercayai pemberitaan media.
Media dinilainya telah menghadirkan ‘hyperreality’ atau realita yang berbeda dengan yang nyata.
Devie juga menilai pemberitaan dan informasi viral (word of mouth) di media sosial, telah memunculkan kecemasan sosial pengguna jalan. Di satu sisi ini positif dalam memunculkan kewaspadaan sekaligus melahirkan kembali budaya kesetiakawanan sosial.
Dikatakannya pemberitaan begal motor di media massa, telah memunculkan kearifan publik untuk bersama-sama menemukan solusi perlindungan diri. Dan media sosial yang bersifat partisipatoris, memang menjadi medium silahturahmi yang produktif.
“Inisiatif warga menjadi sangat baik bila kemudian dikelola sebagai bagian dari jaringan formal aparat keamanan seperti polisi,” katanya.
Ia juga menjelaskan mengingat jumlah SDM kepolisian yang masih belum ideal, jaringan komunikasi dengan pihak kepolisian dapat dihidupkan sehingga membantu aparat untuk melakukan tindakan.
Untuk itu, kata dia, agar tidak menjadi korban begal tentu memerlukan perubahan perilaku yaitu pilihan waktu pulang menjadi tidak terlalu larut malam, dan orang tua tidak mengizinkan anak keluar pada malam hari.
Artikel ini ditulis oleh:

















