Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Kestuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berujuk rasa di depan kantor PMK, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018). Aksi mahasiswa ini menuntut pemerintahan Jokowi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, menurunkan harga kebutuhan pokok, menghentikan impor yang tidak diperlukan dan melakukan swasembada pangan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Manado, Aktual.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus mengalami tekanan dalam beberapa pekan terakhir, bahkan sempat menyentuh angka Rp15.000 per dolar AS.

Jika dilihat sejarahnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa (18/9) merupakan yang terlemah sejak krisis moneter (krismon) yang terjadi tahun 1998.

Kemudian, apakah situasi saat ini sama dengan kondisi krismon 20 tahun lalu? Atau apakah pelemahan rupiah saat ini bisa dikatakan ekonomi juga ikut melemah?

Pengamat ekonomi Agus T Poputra dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Sulawesi Utara (Sulut) itu menyatakan bukan ukuran jika rupiah yang lemah merupakan cermin lemahnya ekonomi Indonesia. Tidak menjadi ukuran perekonomian melemah pada saat rupiah lemah.

Dia menjelaskan saat krisis 1998, hampir seluruh indikator ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang tidak baik. Contohnya, pertumbuhan ekonomi minus dan inflasi melambung tinggi.

Pertumbuhan pada tahun tersebut minus 13,1 persen, ekonomi betul-betul lemah. Nilai tukar mencapai Rp16.650 per dolar AS, padahal IHSG saat itu hanya 256 dan inflasi melambung sampai 82,4 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid