Jember, Aktual.com – Pengamat politik Universitas Jember Rachmat Hidayat, menilai adanya kemunduran atau antiklimaks dalam debat perdana capres-cawapres dengan tema hukum, HAM, korupsi dan terorisme, karena tidak ada penyampaian visi dan misi yang baru dari sejumlah persoalan yang disampaikan masing-masing calon.
“Saya agak kecewa dengan paparan yang disampaikan oleh masing-masing calon presiden, baik nomor urut o1 maupun nomor urut 02 karena keduanya tidak bisa menyampaikan sesuatu yang visioner terkait isu hukum, HAM, korupsi, dan terorisme untuk bangsa Indonesia,” katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (18/1).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar debat pertama capres-cawapres yang diikuti pasangan nomor urut 1 Joko Widodo-Amin Ma’ruf dan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno denga tema penegakan hukum dan HAM, pemberantasan korupsi dan terorisme di di Birawa Assembly Hall Hotel Bidakara Jakarta pada Kamis (17/1) malam.
“Yang disampaikan masing-masing capres dalam argumennya tidak memberikan sesuatu yang baru, bahkan yang disampaikan Jokowi maupun Prabowo masih terlalu makro dan tidak menyentuh persoalan yang riil di lapangan seperti contoh kasus HAM di Papua dan lainnya,” tuturnya.
Dosen administrasi publik itu juga menyayangkan pernyataan Jokowi yang akan membentuk pusat legislasi nasional yang justru akan menjadi ketimpangan dalam triaspolitika dan calon petahana itu terlihat masih rancu dalam menyampaikan visi-misinya dalam debat perdana tersebut.
“Begitu juga dengan capres Prabowo yang menyampaikan isu kenaikan gaji, kesejahteraan dan ‘tax ratio’, namun menurut saya itu bukan solusi yang tepat. Apa yang disampaikan capres nomor urut 01 masih jauh dari harapan masyarakat karena selama ini publik berharap Prabowo mampu menjadi oposan yang efektif,” ucapnya.
Rachmat menilai kedua pasangan capres kurang optimal dalam menguasai tema debat yang ditentukan KPU, bahkan pemetaan persoalan penegakan hukum, HAM, korupsi, dan terorisme juga tidak disampaikan oleh masing-masing capres karena saat ini Indonesia bukanlah negara transisi menuju demokrasi.
“Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga masing-masing capres seharusnya paham bagaimana peta jalan dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk menjadi lebih baik dalam berbagai sektor. Hal itu tidak muncul dalam paparan yang disampaikan masing-masing capres,” ujarnya.
Terkait “performance” kedua capres, ia menilai penampilan pasangan Prabowo-Sandiaga lebih bagus dibandingkan Jokowi-Amin Ma’ruf dan pernyataan penutup Prabowo yang menyampaikan kesimpulan dinilai lebih berbobot dibandingkan pernyataan Jokowi yang menyampaikan tidak punya masalah dengan pelanggaran HAM, korupsi, dan tindak kekerasan.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin