Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kiri) menyaksikan Paslon Capres dan Cawapres no urut 01 dan 02 saling bersalaman sebelum debat penyampaian visi misi saat acara debat capres di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (17/1). debat pertama dua calon presiden dan calon wakil presiden ini memaparkan visi dan misinya tentang isu penegakan hukum, korupsi, HAM dan terorisme. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, aktual.com – Pengamat politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno menilai secara umum debat pertama capres-cawapres membosankan karena kedua pasangan calon, baik Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak bisa mengelaborasi proposal kebijakan yang akan mereka lakukan lima tahun ke depan jika mereka terpilih.

“Kedua Paslon di babak awal terlihat kaku dan ‘jaim’. Ini sangat terkait peraturan KPU yang rigit hingga mempersempit ruang manuver paslon,” kata Adi menanggapi debat capres, di Jakarta, ditulis Jumat (18/1).

Dilihat dari gaya debat, lanjut dia, Jokowi nisbi banyak menyerang dengan intonasi dan mimik yang tak biasanya. Sementara Prabowo nisbi kalem dan bisa menahan diri.

“Efek kehati-hatian itu membuat pernyataan Prabowo kurang ‘nendang’. Malah Jokowi yang banyak nyerang balik,” ujarnya.

Ia mengatakan, secara substansi ada tiga isu yang berbeda cara menyikapinya yang kurang diekspolitasi, yakni isu deradikalisasi, tumpang tindih aturan, dan reformasi birokrasi.

“Jokowi-Ma’ruf menyikapi deradikalisasi dengan pendekatan holistik seperti agama, sosial, dan ekonomi. Sementara Prabowo perspektifnya lebih pada fokus keamanan,” ujar Analis Politik Parameter Politik Indonesia ini.

Menyikapi tumpang tindih aturan Jokowi-Ma’ruf selain revisi dan evaluasi, paslon 01 itu akan membentuk Badan Pusat Legislasi Nasional yang terintegrasi satu pintu di bawah pengawasan presiden. Sementara Prabowo Sandi lebih fokus sinkronisasi dan tak tebang pilih.

Sementara reformasi birokrasi Jokowi-Ma’ruf lebih mengedepankan transparansi, “submit online”, rekrutmen berbasis miritokrasi dan profesionalisme. Sedangkan Prabowo-Sandi lebih pada peningkatan kesejahteraan aparatus negara yang dianggap kurang layak.

Keempat, di level cawapres Sandi tampil memukau yang bisa berbagi peran dengan Prabowo. Bahkan dalam banyak sesi, justru pernyataan Sandi lebih fokus dan terukur.

“Sementara Ma’ruf Amin lebih banyak diam dan hanya mengamini Jokowi. Hanya sekali saja statemennya menukik tajam soal solusi deradikalisasi. Debat selanjutnya porsi Ma’ruf mesti lebih banyak karena secara substansi menguasai,” tuturnya.

Adi menambahkan, Prabowo “blunder” bikin “gol bunuh diri” dengan bilang Jateng lebih luas daripada Malaysia. Ini debat mesti hati-hati soal data, tuturnya.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin