Jakarta, aktual.com – Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menilai bahwa Indonesia belum siap untuk menerapkan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan siber (Kamtansiber).
Bahkan, dikatakan dia, aturan-aturan yang termuat dalam draft RUU Kamtanasiber telah usang karena hanya merefleksikan kondisi yang terjadi pada 2013-2014 saja.
“Ini sekarang sudah 2019, ancamannya sudah berubah. Yang namanya cyber itu enggak bisa ancamannya hanya satu, ini sekarang banyak potensi ancaman yang ada, dan kita harus pahami itu dulu. Belum ada kesiapan, belum ada pemahaman,” kata Ardi saat dihubungi wartawan, Kamis (1/7).
Seperti diketahui, RUU Kamtanasiber masuk dalam Daftar Proyek Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR dan ditetapkan sebagai inisiatif DPR.
Tidak hanya itu, Ardi menjelaskan, sebaiknya DPR melakukan pendalaman terhadap sejumlah pasal dalam draft RUU Kamtanasiber.
“Pendalaman itu hanya bisa dilakukan kalau memang semua pemegang kepentingan ya, stakeholder yang ada itu bisa diajak duduk dan ikut berdiskusi,” paparnya.
Dia juga menjelaskan di luar negeri aturan soal Keamanan dan ketahanan Siber belum terlalu banyak yang menerapkannya. Sekalipun ada, itupun hanya berbentuk konvensi.
“Di Eropa itu sudah ada beberapa, namanya itu konvensi ya, konvensi keamanan cyber ya, ada di eropa,” sebut dia.
Tapi, imbuhnya, dari sekian banyak kesepakatan-kesepakatan itu, tidak satu pun Indonesia ikut meratifikasi karena kita masih mengedepankan kedaulatan.
“Masih ada yang beranggapan bahwa jika kita ikut meratifikasi soal cyber, maka kedaulatan kita akan hilang. Padahal harus disadari bahwa jika sudah soal cyber itu sudah tidak ada batas negara lagi,” ujarnya.
Indonesia, kata dia, menganggap bahwa Indonesia adalah ‘dunia sendiri’ yang harus menjaga dunianya sendiri.
“Padahal, kita enggak bisa bertahan jika kita enggak bekerjasama dengan pihak lain terutama dalam forum-forum bilateral atau multilateral,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin