Jakarta aktual.com – Pengamat sekaligus akademisi bidang media dan jurnalisme dari Universitas Padjadjaran Dadang Rahmat Hidayat mengatakan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak perlu memiliki kewenangan untuk membatasi jumlah episode sinetron.
“Saya kira tidak perlu kalau soal pembatasan jumlah episode, yang penting mau berapa pun episodenya, siarannya itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Artinya ketentuan apa? Isi siarannya misalnya tidak melanggar kesopanan, tidak melanggar etika,” kata Dadang dikutip dari Antara, Minggu (7/4).
Oleh sebab itu, Dadang menjelaskan pembatasan oleh KPI lebih baik dilakukan terhadap konten siarannya.
“Kalau kontennya bagus, ya, kenapa harus dibatasi? Dan nanti juga ada mekanisme pasar, demand (permintaan) masyarakat. Walaupun sudah menyiapkan ratusan episode, (kalau kurang bagus), ya, mungkin akan ditinggalkan,” katanya menjelaskan.
Sementara itu, ia menyebut kemungkinan jumlah episode serial dalam layanan over-the-top (OTT) tidak sebanyak sinetron disebabkan aspek ekonomi.
“Membatasi mungkin karena bukan soal aspek isi siarannya, tetapi lebih kepada aspek ekonomi atau aspek-aspek teknis produksi,” ujarnya.
Sebelumnya, KPI Pusat menyatakan bahwa pembatasan jumlah episode sinetron tergantung pada hasil revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Kalau itu (pembatasan episode sinetron) tergantung dari kemudian apakah memang KPI diamanatkan secara lebih dalam lagi, gitu, ya, karena selama ini KPI cuma bicara pascatayang,” kata Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Tulus Santoso dalam Seminar Nasional “Reposisi Media Baru dalam Diskursus Revisi Undang-Undang Penyiaran” di kawasan Senen, Jakarta, Selasa (2/4).
Tulus mengatakan bahwa KPI akan meminta saran dari masyarakat tentang perlu tidaknya pembatasan jumlah episode sinetron.
“Apakah kemudian KPI membutuhkan kewenangan masuk ke ranah sana? Apakah kemudian publik membutuhkan KPI untuk bisa masuk dalam seperti itu? Atau malah dianggap terlalu cawe-cawe kalau masuk ke ranah tersebut?” ujarnya.
Apabila masyarakat membutuhkan hal itu, lanjut Tulus, maka KPI siap untuk menjalankan kewenangan tersebut apabila revisi UU Penyiaran mengaturnya, meskipun terdapat kekhawatiran.
“Saya khawatir, jangan-jangan memang tadi kan, orang kami mengatur yang di luar produksi saja dianggap terlalu mengatur, apalagi masuk ke dalam produksi. Ya sudah KPI-nya suruh produksi sendiri deh, jangan-jangan seperti itu. Maka saya kembalikan lagi, apakah publik kemudian ingin KPI bisa masuk ke ranah sana? Kalau ingin? Ayo,” katanya menjelaskan.
Ia menambahkan bahwa mengatur pembatasan jumlah episode sinetron dalam praktiknya tidaklah sederhana, terlebih sinetron dengan ratusan atau ribuan episode masih ditonton oleh masyarakat.
Jumlah episode sinetron di televisi bisa mencapai ratusan bahkan ribuan episode, sementara jumlah episode serial di platform media baru hanya belasan atau puluhan episode.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari beberapa waktu sebelumnya mengatakan bahwa isu sentral dari Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ialah menyangkut isi siaran.
“Apa isu sentralnya? ya, isi siaran. Isi siaran tentunya akan menyangkut peraturan terhadap seluruh bentuk siaran menggunakan media apa pun,” kata Abdul Kharis dalam diskusi dengan tema “Menuju Era Baru, RUU Penyiaran Perlu Ikuti Kemajuan Teknologi” di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (19/3).
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain