Jakarta, Aktual.co — Rupiah hari ini kembali melemah di atas level Rp13.000 per Dolar Amerika Serikat (AS). Hal tersebut disebabkan oleh menguatnya Dolar AS dan sentimen rilis data upah pegawai AS yang naik dan tingkat pengangguran AS yang turun di luar perkiraan.
Beberapa pihak mengatakan jika pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS terus terjadi, Indonesia dikhawatirkan akan kembali mengalami krisis moneter seperti tahun 1998 silam. Namun hal tersebut dibantah oleh pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih. Dia mengatakan kondisi keuangan Indonesia saat ini berbeda dengan tahun 1998, hal itu dilihat dengan daya beli masyarakat Indonesia yang masih cukup tinggi.
“Ini menunjukkan ekonomi Indonesia masih kuat, memang mencapai Rp13.000 per Dolar AS, tapi dilihat dari sisi yang lainnya juga,” ujar Lana saat dihubungi Aktual.co, Senin (9/3).
Lebih lanjut dikatakan Lana, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah seharusnya bisa berkoordinasi dengan baik untuk membuat Rupiah dalam keadaan yang stabil. “Stabil maksudnya bukan tidak bergerak, tapi perbedaannya itu tidak terlalu besar.”
Menurutnya, salah satu cara koordinasi tersebut adalah mendorong pengguunaan Rupiah untuk transaksi pembayaran. Pasalnya, saat ini sejumlah transaksi di Indonesia masih ada yang menggunakan Dolar AS. “Selain itu pemerintah dan BI seharusnya bisa berkoordinasi soal hedging (lindung nilai), ini sangat menolong, perlu didukung pemerintah,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Bloomberg Dollar Index mencatat Rupiah terus melemah 0,45 persen ke Rp13.035 per dolar AS. Sepanjang perdagangan pagi tadi, Rupiah bergerak pada kisaran Rp12.994-Rp13.048 per Dolar AS.
Artikel ini ditulis oleh: