Jakarta, Aktual.com – Negara Indonesia masih terlalu besar untuk diremehkan dengan ancaman arbitrasi internasional jika tidak ada kejelasan kontrak renegosiasi dengan PT Freeport Indonesia, kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio.
“Kenapa harus takut? tidak seheboh yang ada, tidak mungkin sampai menggoyahkan negara hanya karena perusahaan, kita bangsa yang besar dan tidak bodoh,” kata Hendri usai berdiskusi dalam tema “Indonesia Tanpa Freeport” di Jakarta, Minggu (6/12).
Ia menjelaskan Presiden Joko Widodo tidak sekonyol itu membiarkan Indonesia diserang negara asing nantinya, terkait Freeport. “Bisa saja ini isu yang terlalu dibesarkan, dengan ancaman katanya Amerika siap menyerang Indonesia jika kontrak diputus, itu konyol, bukan begitu caranya,” katanya.
Ia menyarankan, salah satu cara paling elegan bagi presiden jika memang beranggapan Freeport merugikan bangsa adalah dengan tidak memperpanjang kontraknya pada 2020, tapi bukan memutus kontrak.
Sebagai, pemimpin negara, presiden bersama pemerintah berhak membuat regulasi tentang perusahaan asing, jadi tidak ada hubugannya secara langsung dengan satu perusahaan. “Jika tidak memperpanjang kontrak itu kan sah, lain hal kalau memutus kontrak,” katanya.
Ia juga mengatakan, jika Indonesia terkena sanksi pada arbitrase Internasional namun memiliki tambang emas Papua, Indonesia secara hitungan materi tetap akan diuntungkan, karena kandungan mineral tambang emas dan uranium di daerah tersebut masih tersimpan banyak.
Dalam transkrip rekaman, Presiden Direktur PTFI Maroef Sjamsuddin mengancam akan menggugat Indonesia ke badan arbitrase internasional jika pemerintah tidak kunjung memberi kejelasan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh: