Ia menambahkan bahwa pihaknya tidak menolak model Pemilu yang sudah dijalankan dan mau menggantinya, misalnya, dengan model keterwakilan seperti di Amerika Serikat, tapi dampaknya memang nyata.
Dampak itu menurut dia bahwa nantinya harus ada 8.600-an tempat pemungutan suara dengan perangkat pemilu berjumlah jutaan orang
“Belum lagi di hari bersamaan setiap orang harus memilih wakil mereka yang akan duduk di lembaga Legislatif dari pusat sampai daerah plus para senator atau DPD. Jadi pernyataan pak JK itu basisnya sangat empirik di mana bisa ditesiskan bahwa sistem ‘election’ kita sangatlah rumit,” ujarnya.
Mikhael sendiri juga menilai ada sisi positifnya untuk model Pemilu yang baru dilalui yakni dengan sistem saat ini, suara seorang profesor dan seorang pekerja pabrik sama kualitasnya.
Jadi lanjut dia semua orang yang punya hak suara yang sama, adalah model pemilu yang sangat demokratis.
“Hanya masalahnya adalah akan selalu ada tirani mayoritas dan dominasi kelompok oligarki di hampir semua partai politik. Tapi saya percaya dengan edukasi yang terus menerus di ruang- ruang publik, termasuk ruang-ruang publik virtual seperti Facebook, twiter dan lainnya maka kualitas pemilih-pemilih kita akan semakin baik dan cerdas di masa depan,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh: