Jakarta, Aktual.co — Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Medan Dr Mutsohito Solin menyesalkan masih adanya masyarakat yang melakukan tindak tidak terpuji dengan memperoleh ijazah sarjana palsu dari universitas ilegal.

“Ini memalukan, untuk mendapatkan gelar kesarjanaan S-2 dan S-3, rela mengeluarkan uang senilai Rp10 juta hingga Rp 40 juta,” katanya di Medan, Sabtu (30/5).

Sebelumnya, Personel Satuan Reskrim Polresta Medan, Rabu (27/5) menangkap pimpinan University Of Sumatera berinisial MY yang diduga pembuat ijazah palsu S-1 dan S-2.

Petugas juga mengamankan barang bukti berupa satu lembar ijazah S-1 dan ijazah S-2 milik mahasiswa, uang tunai sebesar Rp15 juta, brosur universitas sebanyak 2.500 lembar, ratusan lembaran KRS, stempel rektor, stempel dekan dan lainnya.

Mutsohito mengatakan, tingginya animo masyarakat untuk meraih gelar akademis itu memang layak disukuri. Namun yang disesalkan, mereka mau melakukan apa saja meski dengan cara yang salah.

Hal itu terjadi, menurut dia, karena sebagian masyarakat terlalu mengagung-agungkan nilai kesarjanaan tanpa perlu lagi memikirkan kuliah.

“Namun, yang penting bagaimana caranya bisa mendapatkan gelar kesarjanaan tersebut,” kata Ketua Dewan Pendidikan Kota Medan itu.

Ia menyebutkan, cara-cara yang tidak baik dan kurang terhormat dalam meraih kesarjanaan itu akan merusak citra pendidikan di Indonesia.

Padahal, pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dan Dikti) terus berusaha menertibkan gelar kesarjanaan palsu yang diduga banyak dikeluarkan beberapa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Tanah Air.

“Pemerintah ingin PTS dapat menegakkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan jangan melakukan hal-hal kurang baik dalam memberikan gelar kesarjanaan kepada mahasiswanya,” ucapnya.

Ia menjelaskan, masyarakat rela membayar biaya berapa saja, asalkan bisa tercapai keinginannya untuk mendapatkan sertifikat berharga tersebut.

Sebab, ijazah tersebut digunakan untuk promosi jabatan, dan juga untuk gengsi di kalangan masyarakat, karena memiliki gelar master mau pun doktor.

“Masyarakat juga banyak yang tidak mengetahui, bahwa gelar sarjana yang diraihnya di universitas tersebut adalah ilegal, karena tidak diakui pemerintah. Akhirnya menjerat mahasiswa itu ke ranah hukum,” kata Staf Pengajar di Unimed itu.

Artikel ini ditulis oleh: