Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (kiri) bersama Ketua Umum PP Aisyiyah Siti Noordjanah Djohantini (kanan) menabuh gendang pada pembukaan Muktamar ke-47 Muhammadiyah dan Muktamar Satu Abad Aisyiyah di Lapangan Karebosi Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (3/8). Muktamar ke-47 Muhammadiyah dan Muktamar Satu Abad Aisyiyah akan berlangsung 3-7 Agustus 2015 dengan agenda pemilihan Pimpinan Pusat dan Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2015-2020. ANTARA FOTO/Yusran Uccang/Rei/aww/15.

Makassar, Aktual.com – Muktamar Muhammadiyah ke 47 resmi dibuka pada hari ini di Lapangan Karebosi Makassar, Senin (3/8).

Salah satu agenda utama dalam Muktamar ke 47 kali ini adalah memilih pengganti Din Syamsuddin, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah 2010-2015.

Sejumlah pihak menilai, pemilihan pucuk pimpinan tertinggi di organisasi Muhammadiyah ini berpeluang diintervensi dan disusupi kepentingan politik kelompok tertentu serta penguasa.

Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Aswar Hasan mengungkapkan, kemungkinan itu bisa saja terjadi.

“Untuk kondisi sosial politik Indonesia saat ini, menjadi ketua dari Ormas seperti Muhammadiyah sudah pasti akan selalu terkait dengan kepentingan politik kekuasaan,” kata Aswar kepada Aktual.com, Senin (3/7).

Kondisi tersebut, lanjut Dosen Komunikasi Politik ini, Muktamar Muhammadiyah tentunya sangat rentan d manfaatkan oleh kekuasaan demi kepentingan politik penguasa, atau rentan dimanfaatkan untuk kepentingan kekuasaan dari segenap para calon

“Tapi sangat tergantung independensi dan moralitas para Peserta Muktamar Muhammadiyah untuk menjaga muru’ah (Martabat) organisasi,” ucap Aswar.

Mengenai nama-nama yang muncul sebagai calon ketua, Aswar masih enggan berkomentar tentang nama yang dicurigai merupakan ‘titipan’ penguasa.
“Kita belum bisa berspekulasi, kita lihat saja perkembangan di lapangan,” ujarnya.

Tetapi, lanjut Aswar, kader Muhammadiyah yang saat ini sedan bermuktamar harus belajar dari Muktamar NU yang alot dan mulai menunjukkan dinamika yang kurang kondusif.

“Yang pasti seyogyanya Muktamirin Muhammadiyah harus belajar dari Muktamar NU yang sangat alot dalam proses berebut pimpinan,” tutup Aswar.

Artikel ini ditulis oleh: