Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dinilai terlalu vulgar dalam menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan. Menurut Pengamat politik, Ichsanudin Noorsy, kondisi ini tampak lebih buruk dari pemerintahan sebelumnya.
“Sebenarnya di era SBY juga terjadi tapi tidak terlampau vulgar, kalau sekarang sudah terlampau vulgar,” ungkap Noorsy ketika dihubungi Aktual, Selasa (4/4).
Vulgarnya penggunaan hukum sebagai alat kekuasaan, disebutnya sangat tampak dalam beberapa bulan terakhir. Maraknya penangkapan aktivis-aktivis dengan dalih makar menjadi salah satu ukuran dari praktik ini.
“Misalnya seorang yg terindikasi makar ditangkap, yang jadi terdakwa penista agama enggak ditangkap. Itu kan vulgar,” sebut Noorsy mencontohkan.
Menurut Noorsy, penangkapan beberapa aktivis dengan dalih makar merupakan contoh yang sangat vulgar dalam pendekatan yuridis formal.
“Itu yang saya bilang bahwa pendekatan yuridis formil selalu mengakibatkan rasa keadilan itu disiksa,” tuturnya.
Praktik ini, jelasnya, juga terlihat dari tebang pilih kasus yang dilakukan oleh KPK. Beberapa kasus besar seperti Sumber Waras, Century dan Pelindo justru tak tersentuh dan jalan di tempat.
Sementara KPK justru mencuatkan kasus dugaan korupsi e-KTP yang dinilai Noorsy sebagai praktik untuk mengeliminasi lawan-lawan politik penguasa.
“Misalnya kasus sumber waras, itu kan vulgar si Ahok posisinya gimana, Ahok juga Penista agama tapi tidak ditangkap, itu vulgar,” tegasnya.
Laporan: Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid