Selama ini, praktik pemilik manfaat berkaitan erat dengan fenomena aliran dana gelap keluar yuridiksi, yang diantaranya mencakup dana hasil tindak kriminal maupun untuk pembiayaan tindak ilegal dan pemindahan dana secara ilegal.

Menurut laporan Global Financial Integrity pada 2015, selama 2004-2013, rata-rata tiap tahun aliran dana gelap ke luar Indonesia mencapai 18.071 juta dolar AS atau sekitar Rp240 triliun.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 13 Tahun 2018 tentang penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.

Penerbitan aturan hukum ini bermanfaat untuk mencegah tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, karena selama ini korporasi dijadikan sebagai sarana langsung maupun tidak langsung untuk pelanggaran hukum tersebut.

Perpres ini mewajibkan setiap korporasi untuk memberikan detail informasi pemilik manfaat, yang didefinisikan sebagai orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid