Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Ali Munhanif memahami mosi tidak percaya yang dilakukan sejumlah Dewan Pengurus Cabang (DPC) Partai Hanura kepada Oesman Sapta Odang (OSO) selaku Ketua Umum Partai. Menurutnya, OSO merupakan tokoh utama yang membuat Partai Hanura gagal pada Pemilu 2019.
“Saya berharap mosi itu terus berlanjut. Jadi pada dasarnya transisi kepemimpinan Hanura menuju OSO itu sebenarnya penuh masalah,” kata Ali Munhanif ketika dihubungi media di Jakarta, Kamis (29/8).
Menurut Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, secara pribadi kepemimpinan Oso sebenarnya tidak cocok untuk sebuah pemerintahan yang ingin membangun sistem politik atau sistem pemerintahan yang lebih terbuka. Karena Presiden Jokowi sendiri mencanangkan sebuah pemerintahan dengan kabinet yang profesional dan sebagainya.
“Tetapi Hanura justru menampakkan partai politik yang penuh konflik, penuh intrik, dan sebagai ketua DPD dia (Oso) juga tidak punya hak untuk mencalonkan DPD kemarin karena dia masih mengurus partai. Ini menunjukkan bahwa ambisi-ambisi yang melekat dalam pemimpin hanura tidak cocok sebenarnya untuk pemerintahan Jokowi,” kata Munhanif.
Kedua, menurutnya, kekalahan Oso dan Partai Hanura di pemilu legislatif kemarin berakar pada masalah yang melekat pada Oso. Sehingga harus dievaluasi mengapa sampai munculnya mosi tidak percaya yang saat ini bergulir di daerah.
“Menurut saya ini harus terus dilanjutkan dengan harapan bahwa Hanura memperbaharui pola kepemimpinan yang mencerminkan semangat pemerintahan dan semangat pembentukan Kabinet yang dicanangkan Jokowi itu,” kata Munhanif.
Ia menilai bahwa kepemimpinan Oso ini terlalu totaliter, tidak membuka ruang untuk perbedaan-perbedaan yang sudah pasti potensial muncul dalam partai, sehingga banyak sekali komitmennya sebagai seorang pemimpin sebenarnya sudah fatal dari sejak awal ketika fakta integritas dia ingkari sendiri.
Menurutnya, sejak awal transisi kepemimpinan Hanura, Oso sebagai orang yang dipanggil ke dalam Partai Hanura bisa mengakomodasi atau membangun citra partai lebih baik, sehingga bisa membuat perolehan suara atau tingkat elektabilitas lebih bagus tanpa harus merusak kepemimpinan dalam yang sudah terbangun sebelumnya.
“Di situlah Oso merusak struktur partai dan menghancurkan tingkat elektabilitas partainya pada pemilu kemarin. Harus diakui agak keliru kalau kita mengatakan bahwa seolah-olah itu bukan faktor Oso, justru (Oso) yang menjadi masalah sehingga partai tidak bisa berkompetisi di dalam daerah karena kepemimpinannya memang tidak beres,” kata dia.
“Oso tidak punya prestasi apapun dalam memimpin Hanura dan itu yang menjadi akar perolehan suara Hanura hancur di semua daerah bahkan dua persen pun sudah bagus,” imbuh Munhanif.
Sebelumnya, Dewan Pengurus Cabang Partai Hanura di Yogyakarta mengajukan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Pasalnya, sebagai partai yang cukup besar, kini Hanura tidak mendapatkan kursi sama sekali baik di DPR maupun DPRD.
“Parameter sebuah partai untuk berhasil atau tidak adalah ketika 4 persen itu bisa ke Senayan (DPR), dan faktanya yang terjadi adalah itu gagal. Kegagalan ini secara kepartaian bukan tanggung jawab kami sebagai Ketua DPC, tapi justru tanggung jawab Ketua Umum,” kata Gunawan, Ketua DPC Kota Yogyakarta ketika dihubungi.
Sementara, Ketua DPC Gunung Kidul, Sarwoputro mengatakan bahwa di bawah kepemimpinan OSO tidak ada gerakan untuk memperbesar suara partai.
“Kelihatannya pak Oso hanya ABS, asal bapak senang, bapak mendapat laporan dari ketua DPD sedangkan DPD sendiri tidak pernah koordinasi dengan DPC sehingga jeblok hasilnya seperti sekarang ini. Logistik tidak jelas, arahan tidak jelas yang akhirnya kami sepakat mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Ketua Umum,” kata Sarwo.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin