Jakarta, Aktual.co — Salah satu janji kampanye Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah memberantas mafia migas. Atas alasan tersebut, dua bulan pasca pelantikan Jokowi-JK membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) yang dikoordinir oleh ekonom Faisal Basri. Dalam berbagai pernyataan Tim RTKM tegas menyatakan akan mengurangi peran Petral yang selama ini dicurigai sebagai area penampungan mafia migas.

Indonesia Energy Watch menilai rekomendasi Tim RTKM terkait eksistensi Petral yaitu pengalihan peran impor crude oli dan BBM dari Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL) ke Integrated Supply Chain (ISC) perlu dianalisis secara komprehensif.

“Pertama, pengalihan kewenangan dari Petral ke ISC bukan sesuatu yang lumrah tapi sebuah isyarat bahwa penilalian publik terhadap Petral yang menjadi basis bermain mafia migas itu terkonfirmasi dengan sendirinya,” ujar Koordinator Indonesia Energy Watch, Syarief Rahman Wenno dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (3/1).

Kedua, lanjutnya, pemangkasan kewenangan Petral dan tidak jadinya dibubarkan Petral bukanlah cara untuk memutus mata rantai mafia migas karena pasti ISC dalam melakukan tender impor minyak masih tergantung terhadap Petral.

“Ketiga, PTM-ISC dan Petral-PES hanya bertukar peran,” tambahnya.

Lebih lanjut dijelaskan sebelum Pertamina dipimpin oleh Karen Agustiawan, ISC mengendalikan kewenangan sebagai Kebijakan pengadaan minyak dan sebagainya di zaman Sudirman Said langsung berada di bawah kendali Dirut Pertamina. ISC ini yang menentukan pembiayaan dan sebagainya. Petral hanya menjadi pelaksana. ISC dibekukan setelah Karen Agustiawan menjadi Direktur Utama Pertamina. Setelah itu kewenangan penuh ada pada Petral.

“Olehnya itu, Petral dan ISC harus dibekukan karena fungsinya hanya memperpanjang jalur distribusi sehingga impor BBM dan crude oli menjadi lebih mahal,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka