Menurut dia, penolakan permohonan PHPU itu juga sekaligus memberi konsekuensi bahwa putusan itu harus diterima oleh para politisi.
Kondisi ini, menurut dia, karena para politisi sendirilah yang menetapkan prosedur-prosedur demokrasi itu lewat undang-undang, salah satunya adalah sengketa pemilu harus lewat MK.
“Soal apakah putusan itu benar atau tidak? Saya kira kebenaran adalah urusan filsafat epistemologi, tidak cukup waktu untuk memperdebatkan itu. Apalagi, putusan ini lebih sebagai produk hukum dan politik,” kata pengajar Ilmu Komunikasi Politik pada FISIP Universitas Katolik Widya Mandiri (Unwira) Kupang itu.
Artikel ini ditulis oleh: