Jakarta, aktual.com – Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia Rissalwan Habdy Lubis menyarankan Pemerintah DKI Jakarta membuat peraturan yang jelas terhadap penggunaan limbah “Spent Bleaching Earth” (SBE), serta limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) lainnya yang digunakan untuk pembangunan.
Bahan yang menyerupai dodol itu diduga digunakan sebagai perekat untuk menutupi kebocoran yang ada pada kawasan Rumah Susun (rusun) Marunda, Jakarta Utara.
“Tata kelolanya yang harus dirapikan, Pemda DKI itu kalau memang sudah tahu begini harus menyiapkan aturan main yang jelas. Barang-barang yang dilarang, bukan berarti membuat masayarakat lebih sulit tapi membuat masyarakat lebih aman justru. Karena bahaya sebaiknya segera dikeluarkan peraturan daerah atau peraturan gubernurnya bahwa ini tidak boleh di kawasan Jabodetabek misalnya, karena kalau sosialisasi saja tidak cukup, ada efek jera yang seharusnya dihukum itu bukan pembelinya menurut saya tapi penjualnya,” jelas Rissalwan di Jakarta, Sabtu (5/1).
Limbah SBE, lanjutnya, akan berbahaya bila terkena air. Meskipun warga sekitar Marunda tidak menggunakan air tanah, namun efek yang ditimbulkan bagi kesehatan tentu kemungkinan ada.
Bahan bangunan yang telah dihindari pemakaiannya karena berbahaya misalnya asbes karena serbuknya dapat merusak sistem pernafasan.
Situasi sama juga pernah diberitakan dalam pengerjaan jalan di daerah Jawa Timur yang menggunakan bahan namun limbah untuk perekat sebelum dilapisi dengan batu halus dan aspal yang akan berdampak buruk jika meresap ke air tanah.
“Masyarakat tetap harus diedukasi, dugaan saya ini dipakai untuk menangani kebocoran jadi lebih baik pakai yang agak mahal kayak cat tahan air, daripada beli yang murah tapi berbahaya. Kalau unit rumah kan harusnya pribadi, tapi ini kan lingkungan. Rusun-rusun di sana satu punya pusat dan Pemda DKI, jadi sebaiknya pakai dana Pemda DKI,” tambah pengamat konsentrasi lingkungan itu.
Rissalwan juga mengimbau agar pengelola sebaiknya tetap memantau dan memperhatikan agar warga tidak memakai bahan-bahan yang murah tapi berbahaya untuk lingkungan di sekitar rusun.
Warga penghuni rusun Marunda dikenal sebagai warga yang kompak dan saling menyokong satu sama lain karena keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki, contohnya ketika warga menggunakan gorong-gorong air untuk memelihara ikan agar lingkungan tetap bersih tapi dengan biaya minimum.
Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup DKI membenarkan adanya penggunaan SBE berupa gundukan tanah di sekitar rusun Marunda untuk pembangunan.
Oknum masyarakat yang berperan sebagai penyedia limbah itu telah dimintai keterangan, bahwa limbah itu dipesan warga namun karena ketidaktahuan tidak menyangka bahwa SBE termasuk kategori limbah berbahaya.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin