Seorang teller menunjukan mata uang dollar di salah satu gerai money changer di Jakarta, Jumat (2/3/18). Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai pengenaan tarif impor baja sebesar 10% dan tarif impor alumunium sebesar 25%, sempat membuat dollar AS melemah terhadap rupiah. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi Aviliani, menyarankan pemerintah untuk lebih fokus menjaga stabilitas harga dan nilai tukar dibanding mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

“Dalam jangka pendek, yang harus dijaga adalah stabilitas nilai tukar. Jangan dilihat pertumbuhannya dulu, tetapi lebih kepada bagaimana menjaga stabilitas,” kata Aviliani ditemui usai sebuah seminar di Jakarta, Selasa (7/8).

Ia juga menilai capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2018 sebesar 5,27 persen secara tahunan (year on year/yoy) sudah cukup bagus.

Aviliani mengatakan bahwa ekonomi yang didorong untuk tumbuh lebih tinggi cenderung akan memberikan dampak kepada nilai tukar.

Ia mencontohkan bahwa infrastruktur yang dibangun secara masif ternyata juga turut meningkatkan impor dan memengaruhi neraca transaksi berjalan.

“Beberapa infrastruktur harus mengerem karena mengandung impor yang besar. Jadi lupakan dulu pertumbuhan tinggi, dan lebih diperhatikan stabilitas. Bagi masyarakat stabilitas harga dan bagi pemerintah stabilitas nilai tukar,” ujar Aviliani.

Kemudian, Aviliani juga mengatakan konsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber pertumbuhan PDB perlu dijaga agar tidak menurun di triwulan-triwulan berikutnya.

Tingkat konsumsi masyarakat yang menurun dapat menimbulkan efek ke investasi serta penerimaan pajak, dan hal tersebut dapat berpengaruh nantinya pada PHK.

Menurut catatan BPS, konsumsi rumah tangga merupakan sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi di triwulan II-2018, yakni sebesar 2,76 persen.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: