Pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung, Harits Hijrah Wicaksana.

Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung Harits Hijrah Wicaksana menyarankan petinggi Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Permintaan maaf itu wajib dilakukan SBY-AHY, karena tidak terbukti adanya intervensi Pemerintah usai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menolak KLB Demokrat, di Deli Serdang,” kata Ketua STISIP Setia Budhi Rangkasbitung Harits Hijrah Wicaksana, di Lebak, Banten, Sabtu.

SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan AHY sebagai Ketua Umum PD lebih terhormat meminta maaf secara terbuka dan resmi kepada Presiden Jokowi.

Sebelumnya, SBY dan AHY menuduh kekisruhan dan konflik PD, karena adanya campur tangan Istana dan membawa-bawa nama Presiden Jokowi.

AHY menyampaikan dalam ceramah dan pidato ke publik secara terang-terangan bahwa KLB itu mendorong menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia.

Bahkan, AHY sendiri mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi.

Namun, tuduhan-tuduhan seperti itu bisa dipatahkan dengan keputusan Kemenkumham menolak KLB Deli Serdang.

Artinya, kata dia, Pemerintah berjalan independen dan “undertake” tanpa campur tangan atas konflik di tubuh partai berlambang mercy itu.

“Kami berharap SBY-AHY legowo meminta maaf kepada Jokowi dan bukan hanya mengucapkan berterima kasih dan apresiasi. Permintaan maaf itu sebagai kesatria juga seorang negarawan,” kata Harits.

Ia mengatakan, selain memohon maaf, AHY juga harus memberikan pernyataan bahwa tingkat demokrasi saat ini lebih dewasa dan lebih baik karena Pemerintah berada di koridor yang benar.

Di samping itu juga, demokrasi pada Pemerintahan Jokowi sangat baik dibandingkan era SBY. Sebab, kata dia, pada era Presiden SBY juga banyak KLB-KLB pada partai lain.

Permohonan maaf itu, kata dia, merupakan pendewasaan dan pendidikan politik terhadap publik, karena AHY sebelumnya membangun narasi-narasi tendensius dan juga menyatakan tingkat demokrasi menurun sampai Pemerintahan Jokowi zalim dengan mengintervensi Partai Demokrat.

Padahal, kata dia, Presiden Jokowi sendiri tidak mengetahui kekisruhan di tubuh Partai Demokrat itu.

“Semuanya itu terbukti setelah Kemenkumham menolak KLB Deli Serdang dan demokrasi lebih baik zaman Jokowi dibandingkan SBY,” katanya pula.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra