Ratusan relawan mendeklarasikan gerakan #2019GantiPresiden di pintu masuk Monas dekat Patung Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Minggu (6/5/18). Pembacaan deklarasi dipimpin politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera. Gerakan ini lahir bukan dari tokoh partai politik, tapi merupakan aspirasi masyarakat. Gerakan ganti presiden adalah konstitusional dan diatur undang-undang. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Banyak pihak yang menilai Gerakan #2019GantiPresiden yang dimotori politisi PKS Mardani Ali Sera, Neno Warisman, hingga Ahmad Dani bermotif mengganti sistem pemerintahan menjadi khilafah.

Pengamat politik Boni Hargens menilai, motif #2019GantiPresiden ini tidak sekadar mengganti Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia. “Tetapi ingin menetapkan dasar-dasar syariah ke dalam sistem pemerintahan negara ini,” kata Boni Hargens dalam siaran persnya ditulis, Rabu (12/9).

Terlebih, kata Hargens motif itu semakin terang ketika di balik hastag #2019GantiPresiden ini ada organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang anti Pancasila. Bahkan, pentolan-pentolan dari organisasi ini juga merupakan penggerak utama dari gerakan tersebut.

Hargens berpendapat, gerakan ini bisa disebut kolaborasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan pendukung Khilafah. Apalagi di situ ada tokoh PKS, Mardani Ali Sera. Banyak bukti spanduk yang memasang foto Mardani dengan tulisan “Ganti Sistem, Deklarasi 2019 Ganti Presiden di Jawa Barat. Saatnya Khilafah Ditegakkan”.

Kolaborasi PKS dan ideologi Khilafah ini, lanjut dia, patut dikhawatirkan karena hal itu akan mengganggu bahkan merusak ketahanan ideologi bangsa dan negara Indonesia, yakni Pancasila. “Itu yang kami persoalkan. Karena kami bicara masa depan, ketahanan ideologi kita,” kata Boni.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid