Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng, menyebut kesepakatan antara perusahaan pertambangan multinasional asal Amerika Serikat Freeport-McMoRan Inc. (NYSE: FCX) dengan Pemerinta Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK) soal eksploitasi tambang PT Freeport Indonesia (PT-FI) di Papua, telah menyalahi aturan.
Kesepakatan ini terjadi setelah lebih dari enam bulan, keduabelah pihak melakukan negosiasi. Kesepakatan yang terdiri dari empat hal itu menjadi masalah tersendiri, ditengok dari sisi hukum.
“Karena dari empat poin kesepakatan itu, ada konsekuensi penting yang bakal diterima oleh pemerintahan Jokowi ini,” tandas dia kepada Aktual.com di Jakarta, Selasa (5/9).
Empat kesepakatan tersebut telah dipublikasikan melalui siaran pers Freeport-McMoRan Inc. (FCX) tanggal 29 Agustus 2017 yaitu:
Pertama, PT. FI akan mengubah Kontrak Karya menjadi lisensi khusus (IUPK) yang akan memberi hak operasi jangka panjang kepada PT FI sampai tahun 2041.
Kedua, Pemerintah akan memberikan kepastian hukum dan fiskal selama jangka waktu IUPK.
Ketiga, PT-FI akan berkomitmen untuk membangun smelter baru di Indonesia dalam waktu lima tahun.
Dan keempat, FCX akan setuju untuk melakukan divestasi kepemilikannya di PT-FI dengan nilai pasar wajar, sehingga Indonesia memiliki kepemilikan 51 persen saham PT-FI. “Waktu dan proses divestasi sedang dibahas dengan Pemerintah. Divestasi akan dilakukan secara bertahap sehingga FCX akan memegang kendali atas operasi dan tata kelola PT-FI itu,” kata dia.
Namun dari pengamatan dia, kesepakatan point pertama adalah yang paling krusial dan memiliki konsekuensi sangat luas, karena terkait dasar atau landasan baru bagi operasi Freeport. “PT-FI akan mengubah Kontrak Karya menjadi lisensi khusus (IUPK) yang akan memberi hak operasi jangka panjang kepada PT-FI sampai tahun 2041,” jelas dia.
Kesepakatan ini di luar dugaan para analis ekonomi dan hukum sedunia, kerena pada dasarnya tidak ada sifat khusus pertambangan emas dan tembaga yang dilakukan Freeport. Selain itu tidak ada satupun pertambangan emas, perak dan tembaga yang dilakukan Freeport di seluruh dunia ini yang mendapatkan suatu bentuk perlakukan politik dan hukum yang bersifat khusus.
“Dalam sistem ekonomi dan hukum nasional indonesia, kesepakatan tersebut mengakibatkan pemerintahan Jokowi melanggar hukum internasional dan sekaligus melanggar berbagai peraturan perundang-undangan nasional,” tegas dia.
Aturan yang dimaksud adalah, pertama, pemberian ijin khusus kepada FT FI melanggar prisip tertinggi dalam perdagangan bebas yang telah diatur World Trade Organization (WTO) dan lebih dari 63 Billateral Investment Treaty (BIT) yang telah ditandatangani Indonesia dengan berbagai negara di dunia.
“Prinsip tertinggi yang dilanggar tersebut adalah Most-favoured-nation (MFN) dan azas perlakuan yang sama yakni National Treatment (NT),” kata dia.
Regulasi kedua, pemberian izin tersebut juga melanggar UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Tentang Asas dan Tujuan Pasal 3, Tentang Kebijakan Dasar Penanaman Modal Pasal 4, tentang Perlakuan Terhadap Penanaman Modal Pasal 6 (1) Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.
“Amerika Serikat sebagai negara yang merupakan asal investasi Freeport dan dimana kantor pusat Freeport, tidak memiliki perjanjian khusus sehingga investasi dari Amerika Serikat dapat memperoleh hak Istimewa,” ingat dia.
Regulasi ketiga, Pemberian izin khusus kepada Freeport melanggar prinsip-prinsip umum pertambangan emas, tembaga dan perak di Indonesia yang menjadi acuan investor baik nasional maupun asing.
Pemberian izin khusus ini akan segera diikuti dengan pemberian izin ekplorasi khusus (IUPK ekplorasi), izin operasi produksi khusus (IUPK Produksi), izin ekspor khusus dan perpajakan khusus sebagaimana yang diatur dalam UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
“Dengan demikian maka seluruh kegiatan pertambangan sejenis juga akan mendapat status khusus. Status khusus dari pertambangan akan ditetapkan sesuka suka hati Presiden Jokowi, Menteri ESDM dan menteri keuangan untuk masalah perpajakan,” ujarnya.
Laporan: Busthomi
Artikel ini ditulis oleh: