Megawati Soekarnoputri dan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Megawati Soekarnoputri dan Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Kupang, Aktua.com – Pengamat politik yang juga Direktur Program Studi Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Kupang  Ahmad Atang mengatakan ada tiga faktor yang menjadi penghambat pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Faktor pertama adalah adanya kemandekan dalam melakukan negosiasi. Pertemuan antar elit tidak selalu dalam ruang kosong, tentu ada agenda, materi, negosiasi yang menjadi alasan pertemuan tersebut dilakukan, kata Ahmad Atang di Kupang, Jumat (18/10).

Wacana pertemuan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto berada di persimpangan jalan.

Tidak ada yang tahu pasti apa penyebabnya, padahal wacana awal sebelum pelantikan presiden akan ada pertemuan antara keduanya, namun hingga tanggal pelantikan tinggal beberapa hari lagi rencana tersebut tak kunjung realisasi.

Menurut pengajar Ilmu Komunikasi Politik pada sejumlah perguruan tinggi di NTT itu, pertemuan Megawati dan Prabowo memunculkan spekulasi jika PDIP mau bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.

Namun penyusunan draf kabinet tidak ada satupun kader PDI Perjuangan yang masuk dalam daftar menteri. “Jika dugaan ini benar maka gagalnya pertemuan bisa jadi disebabkan karena adanya negosiasi yang tidak tercapai,” katanya.

Faktor kedua belum terealisasinya pertemuan dua tokoh bangsa ini karena adanya campur tangan Presiden Jokowi kepada Prabowo Subianto.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa relasi Jokowi-Megawati sangat buruk, sehingga jika pertemuan tersebut terjadi maka akan mempersempit ruang Jokowi mengatur Prabowo,” katanya.

Dia mengatakan sikap politik Prabowo tidak murni sepenuhnya tanpa bisikan dari Jokowi, karena Jokowi yang menyiapkan tangga bagi Prabowo untuk berkuasa.

Maka sadar atau tidak, keputusan politik Prabowo selalu dibayang-bayangi oleh Jokowi.

Faktor ketiga adalah boleh jadi keduanya menunda pertemuan setelah pelantikan agar tidak terjadi dinamika politik baru.

Hal yang paling penting adalah ada kesadaran etik bahwa menjelang pelantikan, semua elemen masyarakat harus menjaga iklim yang kondusif guna menciptakan peralihan kekuasaan secara tertib, katanya menjelaskan.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra