Terdakwa kasus dugaan penistaan Agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2). Dalam sidang ke-10 kasus penitasan agama tersebut Jaksa Penuntut Umum rencananya menghadirkan 4 saksi ahli. Media Indonesia-Pool/RAMDANI
Terdakwa kasus dugaan penistaan Agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2). Dalam sidang ke-10 kasus penitasan agama tersebut Jaksa Penuntut Umum rencananya menghadirkan 4 saksi ahli. Media Indonesia-Pool/RAMDANI

Jakarta, Aktual.com – Pernyataan blunder Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam sambutan serah terima pelaksanaan tugas Plt Gubernur DKI ke gubernur petahana di Balaikota DKI, Sabtu 11 Februari, membuat dirinya semakin terperosok.

Usai pernyataannya terkait surah al-Maidah ayat 51 dan KH Ma’ruf Amin, Ahok kembali melontarkan pernyataan kontroversial yaitu warga negara yang “Memilih karena agama melawan konstitusi”.

Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya‎ mengatakan maksud pernyataan Ahok tersebut tampak menjelaskan beberapa hal.

‎”Pertama, Ahok begitu panik, berusaha untuk mereduksi pengaruh agama dalam penentuan sikap pada pilkada 15 Februari mendatang. Ahok dengan ngawur membenturkan posisi agama dengan konstitusi yang ada,” ujar Harits‎, Senin (13/2).

Kedua, lanjut dia, lebih spesifik sikap verbal Ahok sangat tendensius terhadap umat Islam dalam menghadapi Pilkada DKI. Menurut Harits, yang dilakukan Ahok tidak lain demi sahwat kekuasaan dirinya.

Ketiga, pernyataan Ahok menjelaskan watak asli dirinya sebagai seorang sekuler. “Ciri nalar dasarnya, agama harus dipisahkan dari urusan politik,” beber Harits.

“Bahkan agama dianggap sebagai racun masyarakat. ‎Bahkan dengan keras berusaha membenturkan agama dengan konstitusi secara ngawur,” tegas dia menjelaskan.

Keempat, Harits melihat Ahok bukanlah sosok yang konsisten. Di sisi lain,bseorang Ahok juga memanfaatkan forum-forum keagamaan seperti istighatsah umat Islam digunakan sebagai ajang kampanye.

Harits mengatakan, publik yang intens mengamati dan mau berpikir dengan nalar dan hati yang bening bisa menilai dengan baik. “Statement Ahok bukan produk nalar sehat sebagai WNI yang beragama,” kata dia.

Laporan: Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby