Jakarta, Aktual.co — Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono mengatakan para pimpinan partai politik harus mau duduk bersama untuk menyelesaikan dualisme yang terjadi di DPR.
“Saya rasa kalau Bu Mega (Megawati Soekarnoputri.), Pak Prabowo Subianto, Ical (Aburizal Bakrie), dan tokoh utama parpol lainnya mau ketemu, masalah di DPR akan selesai,” katanya di Semarang, Jumat (31/10).
Menurut dia, berlarutnya atau tidaknya permasalahan yang terjadi di DPR yang berujung pada pembentukan DPR tandingan oleh anggota Koalisi Indonesia Hebat (KIH) ditentukan tokoh-tokoh utama parpol.
Kalau para tokoh utama atau pimpinan parpol masih enggan bertemu dan berkomunikasi, kata dia, persoalan di DPR akan terus berlarut yang pada akhirnya justru akan merugikan rakyat Indonesia.
“Solusinya, ya, ketemu. Amien Rais sudah bertemu Jusuf Kalla, ini patut ditiru tokoh-tokoh lainnya. Kalau perlu, Amien Rais bisa lanjutkan bertemu kepada Bu Mega,” kata pengajar FISIP Undip tersebut.
Teguh mengingatkan sikap para anggota DPR akan bergantung pada tokoh-tokoh kunci parpol, seperti Megawati, Prabowo, Ical, dan Anis Matta yang mau bertemu untuk mengatasi kebekuan komunikasi.
Ia menilai pembentukan DPR tandingan merupakan langkah kurang pas yang dilakukan KIH karena berada di luar koridor hukum meski didasari ketidakpuasan atas parlemen yang dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP).
“Ya, memang terjadi tarik-menarik kepentingan. Akan tetapi, kalau seperti ini, sampai membentuk tandingan (DPR tandingan, red.) kan terkesan tidak siap kalah. Membentuk DPR tandingan itu tidak benar,” katanya.
Melihat persoalan yang terjadi di DPR saat ini yang berujung adanya DPR tandingan, Teguh teringat dengan mendiang Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid) yang pernah menyebut DPR seperti taman kanak-kanak (TK).
Ia menyebutkan sebanyak 560 anggota DPR dari berbagai parpol itu merupakan satu kesatuan yang sama-sama memperjuangkan rakyat sehingga tidak semestinya malah membuat DPR tandingan seperti sekarang.
“Sudah saatnya tokoh-tokoh utama parpol mau bertemu dan berkomunikasi. Kalau para elite politik ini mau ketemu, ya, selesai masalahnya. Namun, kalau tidak mau, ya, terus seperti ini,” pungkas Teguh.

Artikel ini ditulis oleh: