Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melakukan aksi kawal Pilkada DKI 2017 di Jakarta, Minggu (5/2/2017). Dalam aksi tersebut mereka mengajak masyarakat DKI mengawal Pilkada DKI. AKTUAL/Munzir
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melakukan aksi kawal Pilkada DKI 2017 di Jakarta, Minggu (5/2/2017). Dalam aksi tersebut mereka mengajak masyarakat DKI mengawal Pilkada DKI. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Kurang lebih sepekan sejak dimulainya masa kampanye Pilkada DKI putaran kedua pada 7 Maret 2017 yang diikuti dua pasangan calon yakni terdakwa penista agama Basuki Tjahja Purnama alias Ahok- Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno terus menjadi perhatian masyarakat DKI.

Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara misalnya. Ia berpendapat bahwa dalam fase putaran kedua ini ada beberapa faktor yang paling menentukan, diantaranya adalah pasangan mana yang bisa mempertahankan perolehan suaranya di pada putaran pertamanya.

“Selain mampu mempertahankan perolehan suara di putaran pertama, dan yang mampu menarik suara dukungan pasangan AHY-Sylvi yakni sebesar 937.955 suara atau sebesar 17,05 persen,” kata Igor saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (15/3).

Dan pada putaran kedua ini, sambung Igor, isu mengenai agama masih sangat efektif menarik suara dibandingkan pemaparan program. Terlebih, kata dia, dalam realitas pilihan masyarakat partai politik tidak bisa menjamin seluruh konstituennya akan loyal.

“Ada sekitar 1.655.037 pemilih yang belum menggunakan hak pilihnya (23 persen) jumlahnya cukup besar yakni diatas jumlah suara yang memilih AHY di putaran awal dan sangat bisa menentukan kemenangan dua pasangan calon yang bertarung ulang diputaran kedua ini,” papar dia.

Namun demikian pada segmentasi masyarakat menengah ke bawah, Direktur Lembaga Survey dan Polling Indonesia (SPIN) mengatakan, akan cukup menentukan siapa diantara dua pasangan yang paling representatif mewakili kepentingan mereka.

“Sebab, persepsi mereka terhadap dua parogram dua pasangan menjadi faktor signifikan, sehingga perlu pengembangan dan penajaman isu baru bagi segmen pemilih seperti ini. Karena tingkat kepuasan atas kinerhja petahana tidak eqivalen bagi warga Jakarta, artinya ada faktor lain seperti karakter individu dan isu primordialisme,” tandasnya.

Laporan: Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Andy Abdul Hamid