Pengacara Senior Maqdir Ismail (tengah) bersama Praktisi Hukum Refly Harun (kiri) dan Pengamat Hukum Tata Negara Bivtri Susanti (kanan) saat diskusi Perspektif Indonesia di Jakarta, Sabtu (13/2/2016). Diskusi bertema 'Ada Apa Lagi KPK ?' membahas mengenai revisi UU KPK dari kedudukan hingga pelaksanaan kerja.

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Refly Harun menilai bahwa tidak tepat kalau Ketua DPR RI Setya Novanto berlindung pada Pasal 245 Undang-Undang MD3.

Hal itu menanggapi sikap Novanto yang tidak memenuhi pemanggilan KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan e-KTP.

“Tidak tepat kalau ketua DPR berlindung di pasal 245 UU MD3, karena baik sebelum atau setelah judicial review (JR) ketententuan ijin tidak berlaku untuk tindak pidana khusus,” kata Refly usai menghadiri acara diskusi bertajuk ‘Kebebasan Berkumpul dan Berserikat Dalam Demokrasi Pancasila’ di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (6/11).

Dikatakan dia, sebelum uji materi terhadap frasa a quo, ijin itu diberikan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, dan pasca putusan uji materi kemudian kewenangannya diberikan kepada presiden.

Akan tetapi, kemudian tidak serta merta semua pemanganan penegak hukum harus atas izin presiden, penegakan hukum pada tindak pidana korupsi mendapat kecualian itu

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Andy Abdul Hamid