Ratusan pelamar memadati bursa kerja di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (15/10). Pada tahun ini angkatan kerja Indonesia mencapai 127,6 juta dengan tingkat pengangguran keseluruhan sebesar 5,5 persen atau tujuh juta orang. Sementara itu lebih dari 50 persen dari pekerja berkarir pada sektor informal. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Angka pengangguran di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami penurunan dari 3,2 persen menjadi 1,9 persen, tapi disisi lain angka kemiskinan masih di atas 20 persen.

“Penurunan pengangguran di Kulon Progo tidak berbanding lurus dengan angka kemiskinan yang masih tinggi,” kata Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo di Kulon Progo, Rabu (31/1).

Menurut dia, tingginya kemiskinan disebabkan oleh tingginya pendapatan perkapita yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yakni Rp312 ribu perkapita perbulan. Angka ini sangat tinggi dibandingkan dengan Gunung Kidul sebesar Rp270 ribu perkapita perbulan. Sehingga kemiskinan di Gunung Kidul turun hingga 16 persen, dan Kulon Progo sebesar 20 persen.

Pada saat pendapatan perkapita Gunung Kidul dan Kulon Progo sama-sama sebesar Rp260 ribu sampai Rp270 ribu perkapita perbulan, angka kemiskinannya tidak jauh.

“Kenaikan pendapatan perkapita Kulon Progo dinaikan, karena Kulon Progo lebih konsumtif. Hal ini kesalahan kita, belum kaya tapi sudah konsumtif. Kalau batas pendapatan perkapita diturunkan, maka kemiskinan hanya 16 persen,” katanya.

Hasto mengatakan berdasarkan data BPS, Kulon Progo lebih konsumtif, bisa dilihat dengan banyaknya warga yang membeli mobil dan motor. Adanya pembangunan bandara menyebabkan angka konsumsi meningkat, sementara angka produksi belum naik.

“Hidup sederhana dengan tidak konsumtif, sehingga memiliki tabungan,” harapnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kulon Progo Eko Wisnu Wardhana mengatakan angka pengangguran di wilayah ini memang menurun dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 2015 angka pengangguran di Kulon Progo sebesar 3,4 persen, 2016 sebesar 2,34 persen, sementara untuk 2017 sebesar 1,99 persen, Melihat angka pengangguran tahun lalu, kata Eko dapat diartikan bahwa dari setiap 100 orang angkatan kerja dua orang di antaranya menganggur.

“Upaya itu sudah kita lakukan sejak dua tahun yang lalu, kemudian 2017 kita melihat data anak yang akan lulus sekolah. Kita akan ketahui nantinya anak yang ingin bekerja berapa dan yang tetap melanjutkan sekolah ada berapa. Itu pendataan yang kita lakukan,” kata Eko. (ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka