Jakarta, Aktual.com – Mahkamah Petaling Jaya, Malaysia telah menjatuhkan sanksi ringan terhadap Datin Rozita Mohamad Ali, Kamis (15/3) lalu. Datin diketahui hanya divonis denda sebesar 20 ribu Ringgit Malaysia (Rp 70,3 juta) tanpa harus meringkuk di penjara meskipun telah menganiaya secara keji Suyanti, pekerja rumah tangga (PRT) migran asal Sumatera Utara, Indonesia.

Datin cukup membayar tindakannya hanya dengan berkelakuan baik selama 5 tahun ke depan di negaranya tanpa harus menjalani hukuman penjara. Padahal sebelumnya, Suyanti telah ditemukan dalam keadaan mengenaskan di selokan pemukiman majikannya dengan luka-luka legam di sekujur tubuhnya.

Dalam berita acara pemeriksaan pun Suyanti dilaporkan mengalami cedera serius di kedua belah matanya, tangan, kaki, pendarahan beku di kulit kepala dan mengalami patah tulang pada belikat kiri. Penganiayaan yang dilakukan terhadap Suyantik menggunakan pisau, alat pel, payung, setrika dan gantungan baju.

“Vonis ringan ini tentu saja melukai rasa keadilan terhadap korban,” ujar Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo dalam keterangan tertulisnya yang diterima Aktual, Sabtu (17/3) malam.

Wahyu pun menyebut vonis ini penuh dengan kejanggalan. Berdasar pemantauan atas proses keadilan, Wahyu mengungkapkan kejanggalan ini terdapat dalam perubahan tuntutan atau dakwaan terhadap Datin.

Pada dakwaan awal, Datin terancam hukuman maksimum 20 tahun penjara dengan mengacu pada Sekyen 307 Kanun Kaseksaan. Namun dalam kelanjutannya, dakwaan diubah acuannya dengan mengacu pada Sekyen 324 dan 326 Kanun Keseksan atas perbuatan kekerasan menimbulkan luka parah dengan ancaman hukuman penjara 3 tahun atau denda atau sebat (hukuman cambuk).

“Perubahan tuntutan ini tentu menimbulkan kejanggalan karena memperlihatkan adanya upaya untuk memperingan hukuman dan terbukti di vonis akhir, penganiaya keji Suyantik ini lolos dari penjara dan mendapatkan hukuman ringan,” jelas Wahyu.

Ia pun sangat menyayangkan putusan tersebut karena sangat tidak adil bagi korban. Atas kondisi demikian, lanjut Wahyu, Migrant CARE mendesak adanya proses investigasi yang menyeluruh atas kejanggalan-kejanggalan yang terkandung dalam putusan untuk Datin.

“Hasil investigasi tersebut menjadi bahan pengajuan banding atas putusan yang tidak adil tersebut,” tegasnya.

Migrant CARE juga mendesak Pemerintah Indonesia dan KBRI Kuala Lumpur agar benar-benar serius memonitor proses peradilan terhadap kasus-kasus yang dihadapi oleh buruh migran Indonesia dan menyediakan bantuan hukum/penasehat hukum yang kredibel dan memiliki perspektif perlindungan hak-hak buruh migran Indonesia.

Kronologi Kasus Suyanti

Pada tanggal 21 Desember 2016 sekitar pukul 12 siang, KBRI memperoleh informasi mengenai penemuan seorang TKI dalam keadaan tidak sadarkan diri di dekat selokan di Jalan PJU 3/10 Mutiara Damansara, Malaysia.

Setelah menerima laporan tersebut, KBRI segera merujuk Suyanti ke Rumah Sakit Pusat Perubatan Universiti Malaysia (RS PPUM) untuk mendapatkan perawatan intensif. KBRI juga telah melaporkan kejadian tersebut kepada Kepolisian Malaysia dan berdasarkan laporan tersebut majikan pelaku penyiksaan telah ditahan oleh Polisi Di Raja Malaysia (PDRM).

Dari hasil penelusuran KBRI, diketahui bahwa TKI korban penyiksaan bernama Suyanti binti Sutrino (19 tahun), berasal dari Kisaran, Sumatera Utara. Saat dibawa ke Rumah Sakit, Suyanti dalam keadaan luka sekujur tubuhnya dan lebam kedua matanya karena penyiksaan. Selama berada di Rumah Sakit, Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur terus memberikan pendampingan.

Berdasarkan informasi dari Suyanti, dirinya masuk ke Malaysia pada tanggal 7 Desember 2016 melalui Tanjung Balai-Port Klang. Sesampainya di Port Klang, ia dijemput oleh seorang agen atas nama Ruby. Pada tanggal 8 Desember 2016, ia diantarkan ke rumah majikan, seorang wanita Melayu. Seminggu setelah bekerja, majikan mulai melakukan penyiksaan fisik terhadap Suyanti. Puncaknya pada tanggal 21 Desember 2016, Suyanti lari dari rumah majikan setelah diancam dengan pisau besar oleh majikan perempuannya.

Pada tanggal 25 Desember 2016, Suyanti diizinkan untuk meninggalkan Rumah Sakit dan ditampung di penampungan KBRI. Untuk beberapa waktu ke depan Suyanti masih harus menjalani rawat jalan. Suyanti sudah berkesempatan berbicara dengan keluarganya di Medan melalui telepon.

Pada tanggal 25 Desember 2016 diperoleh informasi bahwa pelaku telah dibebaskan dengan jaminan. KBRI telah mengirimkan nota kepada Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Malaysia untuk menyampaikan protes serta keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut dan sekaligus meminta agar pelaku diberikan hukuman yang setimpal sesuai hukum Malaysia.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan