Jakarta, Aktual.com — Rencana pengeboran sumur baru oleh Lapindo Brantas di Desa Kedung Banteng, Sidoarjo, Jawa Timur, memiliki risiko mengulang bencana yang sama sehingga sebaiknya dihindari, kata seorang pakar.

“Sebaiknya dihindari saja karena memang masih ada di zona yang sama dan berisiko,” kata pakar Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Yogyakarta Eko Teguh Paripurno di Yogyakarta, Jumat (8/1).

Eko mengatakan di seluruh zona sumur lama yang sejak 2006 menyemburkan lumpur itu telah terjadi banyak retakan yang diakibatkan sistem tanah batuan yang terlanjur rusak.

Retakan itu, kata Eko bahkan memiliki potensi terjadi di luar zona semburan lumpur yang telah menenggelamkan tiga kecamatan di Kabupaten Sidoarjo tersebut.

“Titik-titik retakan itu tidak beraturan, karena memang sistem tanah batuannya sudah rusak,” kata dia.

Dengan kerentanan tersebut, Eko menilai rencana pengeboran sumur baru yang hanya berjarak 2,5 meter dari pusat semburan lumpur tersebut kemungkinan besar memiliki dampak yang sama.

Sementara itu, menurut Eko, semburan lumpur di Porong tersebut sudah tidak memungkinkan dilakukan penyumbatan sebab titik semburan lumpur sudah tidak lagi berada pada pipa pengeboran. “Sebenarnya sudah tidak ada lagi praktik penyumbatan yang efektif ketika sistemnya sudah rusak,” kata dia.

Meski menyimpan kandungan minyak dan gas, sistem tanah dan batuan di kawasan itu, kata dia, secara garis besar sudah rusak. Sistem itu dapat dikatakan stabil apabila tidak ada lagi semburan lumpur di pusat sumur utama, dan tidak lagi bermunculan gas-gas dari retakan.

“Tapi kenyataannya sampai hari ini masih saja ada gas-gas yang muncul bahkan di luar zona,” kata dia.

Oleh sebab itu, dia menilai selain menghindari pengeboran di zona yang sama, sebaiknya perusahaan Lapindo Brantas selalu memaparkan kepada publik dan mengonsultasikan dengan para akademisi dalam menentukan rencana pengeboran sumur baru.

Apalagi, Eko memandang munculnya semburan lumpur bukan disebabkan bencana murni, melainkan dipicu kesalahan perusahaan minyak dan gas tersebut yang melakukan pengeboran tanpa disertai kontrol.

“Saya lebih sependapat bencana lumpur itu dipicu pengeboran yang over serta tanpa kontrol,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka