Jakarta, Aktual.com – Revisi UU No.4/2009 tentang Minerba telah masuk dalam Prolegnas Prioritas sejak 2016 sebagai UU perubahan. Pada 2017, Komisi VII pun telah menyusun naskah akademik (NA) RUU Minerba, yang dilakukan secara paralel dengan RUU Migas.
Namun karena besarnya pengaruh oligarki penguasa-pengusaha oknum-oknum pemilik konsesi tambang eksisting dan politisi, maka pembahasan RUU Minerba tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah pun belum menyiapkan peta jalan kebijakan pengelolaan minerba nasional jangka panjang sebagai rujukan. Sehingga tak heran jika hingga awal 2019, RUU Minerba belum juga ditetapkan sebagai UU baru.
Pada pertengahan 2017, Kementrian ESDM telah mencoba melakukan pembahasan intensif atas naskah revisi UU Minerba versi pemerintah. Pada April 2018 draf RUU Minerba juga beredar di kalangan media.
Namun karena beberapa ketentuan dalam RUU tersebut ditengarai lebih untuk mengakomodasi kepentingan sejumlah kontraktor yang kontraknya akan berakhir dalam 2-3 tahun ke depan, maka muncul protes dari sejumlah kalangan masyarakat. Akibat protes tersebut, pembahasan RUU pun saat itu dihentikan, dan tidak jelas progresnya hingga saat ini.
Karena gagal “menumpangi” RUU Minerba untuk mengamankan agenda, oknum-oknum oligarki telah mencoba merevisi PP No.23/2010 (revisi ke-6). Revisi PP ini ditengarai bertujuan untuk mengakomodasi perpanjangan pengelolaan operasi sejumlah tambang besar batubara oleh pengusaha PKP2B generasi pertama yang akan berakhir kontraknya.
Perpanjangan pengelolaan akan dilakukan melalui penerbitan izin/IUPK. Kontraktor-kontraktor tersebut antara lain adalah PT Tanito Harum (2019), PT Arutmin Indonesia (2020), Kaltim Prima Coal (2021), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Adaro Indonesia (2022), PT Kideco Jaya Agung (2022) dan PT Berau Coal pada tahun 2025.
IRESS belum meperoleh informasi apakah revisi PP No.23/2010 tersebut akhirnya telah terlaksana secara tersembunyi. Namun, terlepas dari itu, Kementerian ESDM misalnya telah memastikan perpanjangan masa operasi bagi PT Tanito Harum sebagai pemegang konsesi PKP2B yang kontraknya berakhir 14 Januari 2019.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan