Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono mengatakan secara prinsip perusahaan sudah memenuhi seluruh persyaratan. Kinerjanya juga bisa dinyatakan baik dari sisi keuangan maupun produksi. “Pada prinsipnya izin-izin sudah oke. Pokoknya sudah diperpanjang,” kata Bambang, Jakarta, Jumat (25/1/2019).

Ternyata pemerintah telah memperlihatkan tata pemerintahan yang bukan saja melanggar prinsip good governance, tetapi juga melanggar berbagai ketentuan UU Minerba dan peraturan yang berlaku.

Pembahasan RUU Minerba dan rencana revisi PP No.23/2010 tampaknya telah dilakukan secara tertutup dan konspiratif. Karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa RUU Minerba dapat saja ditetapkan dalam waktu dekat, terutama untuk mengakomodasi berbagai kepentingan oknum-oknum oligarkis yang sarat moral hazard dan melanggar konstitusi.

RUU Minerba merupakan salah satu agenda penting bagi rakyat sebagai pemangku kepentingan terbesar, terutama bagi daerah-daerah kaya tambang yang ironisnya memiliki angka kemiskinan yang lebih tinggi dibanding daerah-daerah yang minim atau tidak memiliki SDA.

Karena itu IRESS berharap bahwa penetapan RUU Minerba akhirnya ditunda hingga terpilihnya anggota DPR RI dan Presiden RI hasil Pemilu 2019. Sejalan dengan itu, Presiden Jokowi pun diminta untuk berhenti mengambil kebijakan dan keputusan yang melanggar peraturan dan diduga sarat moral hazard, seperti yang terjadi pada kasus Tanito atau kasus divestasi saham Freeport.

Terlepas dari ditundanya pembahasan RUU Minerba, rakyat tentu berharap agar ketentuan-ketentuan yang kelak diatur dalam UU Minerba baru konsisten dengan amanat konstitusi. Mengingat UU Minerba No.4/2009 ditetapkan sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/2012, maka ketentuan tentang penguasaan negara belum terakomodasi dengan optimal.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan