Jakarta, Aktual.com – Kalangan pengembang berharap terjadinya pelonggaran kebijakan uang muka kredit properti atau laon to value (LTV) dari Bank Indonesia (BI). Hal ini penting dilakukan agar pasar properti kembali menggeliat.
Namun sayangnya, BI sendiri malah menaikan suku bunga acuannya BI 7 Day Reverse Repo Rate menjadi 4,75 dari sebelumnya 4,5 pada Rabu (30/5) lalu. Tentu saja hal itu membuat harga properti kian mahal.
Menyikapi hal itu, Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) Theresia Rustandi menyebutkan kalau kebijakan ponggaran LTV itu akan sangat diharapkan oleh para pengembang.
“Karena itu (pelonggaran LTV) akan bisa membuka pasar lebih luas di tengah pasar properti yang masih lesu ini,” ungkap dia kepada wartawan di Jakarta, xitulis Jumat (1/6).
Sejauh ini, menurut dia, demand pasar properti itu tidak bergerak. Makanya bagi Intiland ketika mau menerbitkan satu produk pihaknya bakal melakukan test pasar terlebih dahulu. Seperti untuk produk apartemen, pihaknya akan membangun jika sudah 60 persen terjual.
“Makanya kami berharap LTV-nya bisa diperlonggar. Mestinya dari berita Pak Perry (Perry Warjiyo-Gubernur BI) akan support industri properti supaya bisa lebih bernafas lagi. Itu sih harapannya,” jelas Theresia.
Sementara terkait suku bunga kredit properti seiring dengan kenaikan suku bunga acuan BI itu, Theresia yakin kenaikannya tidak serta merta berdampak langsung terhadap bunga kredit properti.
Biasanya, pihak bank akan mengevaluasi kebijakan ini dan pengaruhnya bisa terjadi dalam dua hingga tiga bulan berikutnya.
Namun begitu, pengembang berharap perbankan tidak segera menaikkan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) maupun kredit konstruksi.
“Makanya kami berharap perbankan bisa arif menyikapi kenaikan ini, karena properti adalah salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi dan pengembang saat ini masih berjuang dengan beban yang cukup berat,” hara dia.
Berdasar data BI, harga properti residensial pada kuartal I-2018 meningkat sebesar 1,42%, bila dibandingkan kuartal sebelumnya dan meningkat sebesar 3,5% dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu (yoy).
Peningkatan harga properti residensial terutama disebabkan kenaikan harga bahan bangunan (35,07%) dan kenaikan upah pekerja (21,21%).
Kenaikan harga properti terjadi pada semua tipe rumah, terutama pada rumah tipe kecil, dengan kenaikan tertinggi terjadi di Surabaya. Peningkatan harga rumah terutama disebabkan kenaikan harga bahan bangunan dan upah tenaga kerja, sama seperti kuartal sebelumnya.
Sementara, penjualan properti residensial tetap mencatat pertumbuhan positif pada kuartak I-2018. Volume penjualan properti tumbuh 6,85% (qtq) pada kuartal I-2018. Namun, pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya yang mencapai 26,69% (qtq).
Artikel ini ditulis oleh: