Jakarta, Aktual.com —  Di berbagai negara maju, pemeriksaan kinerja muncul di akhir tahun 1970-an sebagai bentuk yang berbeda dari pemeriksaan keuangan (Rai, 2008). Pada waktu itu berbagai pemerintahan, termasuk Australia, memulai program ekstensif pada reformasi manajemen publik, yang menempatkan penekanan pada kinerja. Pemeriksaan kinerja di Australia dimulai oleh ANAO pada tahun 1979 dan sejak itu terus berupaya mencapai bentuknya yang ideal (Nicoll, 2014). Sementara itu, di negara berkembang, termasuk Indonesia, pemeriksaan kinerja adalah praktik yang relatif baru. Meskipun pernah diinisisasi melalui Management Audit Course tahun 1976 bekerja sama dengan US-GAO, BPK mulai serius melakukan pemeriksaan kinerja sekitar sepuluh tahun terakhir. BPK memiliki berbagai kendala dalam pelaksanaan jenis pemeriksaan yang baru ini, karena selama ini pemeriksa BPK cenderung dipersiapkan untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan.

Saat ini BPK berupaya untuk meningkatkan pelaksanaan pemeriksaan kinerja, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Selama sembilan tahun terakhir ANAO menjalin kerja sama dengan BPK dalam bentuk penguatan kapasitas pemeriksaan sebagai bagian dari Government Partnership Fund (GPF) antara pemerintah Australia dengan Indonesia, sehingga menyediakan bahan yang berlimpah untuk kajian ini. Membandingkan institusi ANAO dengan BPK tidak selalu memberikan gambaran yang setara (apple to apple) karena berbedanya mandat, skala, dan luasnya yurisdiksi pemeriksaan, namun setidaknya BPK diharapkan mendapatkan banyak pelajaran berharga sekaligus mencegah kesalahan yang dilakukan oleh ANAO. Menerapkan pelajaran dari keberhasilan Supreme Audit Institution (SAI) lainnya akan memberikan terobosan berharga bagi BPK.

Keberhasilan pelaksanaan pemeriksaan kinerja di Indonesia akan memberikan kontribusi bagi pelaksanaan program/kegiatan pemerintah yang lebih efektif, efisien dan ekonomis, sebuah pencapaian yang lebih tinggi daripada sekedar akuntabilitas keuangan. Kajian yang membandingkan pengembangan kapasitas pemeriksaan kinerja antara lain adalah studi yang dilakukan oleh Cornelia (2012) yang membandingkan SAI Inggris dan Jerman, Nikodem (2004) yang membandingkan kedudukan konstitusional SAI di negaranegara Eropa Tengah, dan Tudor (2007) yang mencoba untuk membandingkan perkembangan pemeriksaan kinerja di negaranegara Eropa Timur. Kajian mengenai perbandingan pengembangan kapasitas pemeriksaan kinerja dari berbagai SAI terutama di Asia belum banyak ditemukan.

Paul Nicoll (2014) adalah sedikit diantaranya yang berisi perkembangan pemeriksaan kinerja di Indonesia. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memperdalam kajian serupa yang pernah dilakukan oleh Nicoll (2014) dalam konteks praktik di Indonesia dengan membandingkan pengembangan kapasitas pemeriksaan kinerja sektor publik di Indonesia dengan Australia. Kajian ini bermaksud mencari faktor penting dan persyaratan kunci yang menentukan keberhasilan pengembangan kapasitas pemeriksaan kinerja di Indonesia dan Indonesia, apakah prasyarat tersebut tersedia di BPK dan apa yang harus dipersiapkan. Apa saja kekuatan dan kelemahan dari kedua SAI dalam memenuhi mandat mereka untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja, serta pengalaman apa yang bisa dipelajari dari masing-masing pihak.

Pemeriksaan kinerja dikembangkan secara intensif di BPK sejak sepuluh tahun terakhir dengan jumlah pemeriksaan yang terus meningkat setiap tahunnya (Nicoll, 2014). Pada Tahun 2010 jumlah LHP kinerja mencapai 154 buah atau 12% dari total pemeriksaan yang dilakukan BPK, kemudian meningkat menjadi 157 buah pada tahun 2011 (10%), menjadi 168 buah pada Tahun 2012 (13%), 167 buah pada tahun 2013 (13%) dan 249 pada Tahun 2014 (20%). Jumlah maupun prosentase pemeriksaan kinerja diharapkan terus meningkat dari tahun ke tahun dibandingkan dengan jenis pemeriksaan lainnya sesuai dengan Rencana Strategis yang telah disusun oleh BPK. Objek pemeriksaan kinerja ini mulai dari pemeriksaan kinerja entitas, program atau kegiatan lokal, sampai pemeriksaan kinerja tematik yang bersifat nasional dengan melibatkan lintas kementerian dan sejumlah entitas di daerah. Untuk bisa melaksanakan pemeriksaan kinerja yang beragam dan kompleks tersebut, maka BPK harus didukung oleh kapasitas pemeriksaan yang berkualitas. INTOSAI, (2007) dalam Building Capacity of Supreme Audit Institutions: A Guide menyatakan bahwa suatu organisasi pemeriksa memiliki kapasitas yang baik apabila memiliki elemen-elemen keahlian, pengetahuan, struktur serta tata kerja yang mapan, yang membuat organisasi tersebut berjalan secara efektif dalam pelaksanaan tugas dan mandatnya.
Pengembangan kapasitas memiliki arti membangun masing masing elemen tersebut, membangun kekuatan yang sudah ada dan mengatasi kesenjangan serta kelemahan yang masih dimiliki. Berbagai cara dapat dilakukan oleh organisasi pemeriksa untuk meningkatkan kapasitasnya, antara lain melalui in house training, workshop, secondment, ataupun peer review. Namun demikian, kunci keberhasilan pengembangan kapasitas pemeriksaan kinerja tidak hanya bergantung pada penguatan penguasaan keahlian yang bersifat soft skill, tetapi juga terkait penguatan aspek- aspek pendukung keberhasilan yang sejalan dengan kondisi ideal yang diperlukan oleh sebuah SAI untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja. Untuk tujuan tersebut, BPK telah menetapkan tahapan pengembangan kapasitas pemeriksaan kinerja untuk periode 2004-2016 yang dibagi menjadi tiga fase, yaitu: (1) approach; (2) deployment; (3) learning and harvesting.

Terdapat tiga aspek utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan kapasitas pemeriksaan kinerja, yaitu aspek kapasitas profesionalisme pemeriksaan, kapasitas organisasi, dan kapasitas dalam berhubungan dengan lingkungan eksternal atau para pemangku kepentingan. Penguatan keahlian profesional dan teknis merupakan elemen penting dalam strategi pengembangan kapasitas pemeriksaan.

Selain itu, elemen utama yang lain dalam mendukung pengembangan keahlian organisasi pemeriksa adalah bagaimana mengelola sumber daya, baik sumber daya manusia, perangkat lunak, maupun sumber daya pendukung lainnya, serta bagaimana organisasi dapat memberikan pengaruh positifnya bagi para pemangku kepentingan.

Perbandingan pencapaian pengembangan kapasitas pemeriksaan kinerja antara BPK dengan ANAO dapat digambarkan melalui hal berikut:

A. Penguatan Kapasitas Profesional Pemeriksaan Kinerja
1. Mengembangkan metodologi dan manual pemeriksaan kinerja yang tepat.
Kondisi BPK.
Berkaitan dengan pengembangan metodologi pemeriksaan kinerja, BPK telah menyusun beberapa pedoman
pemeriksaan yang telah melalui due process, diantaranya adalah:
a. Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja (tahun 2008 dan direvisi per 30 Desember 2011);
b. Petunjuk Teknis Penentuan Area Kunci Pemeriksaan Kinerja (30 Desember 2011);
c. Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria Pemeriksaan Kinerja (30 Desember 2011);
d. Konsep Petunjuk Teknis Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja (dalam proses legislasi); dan
e. Petunjuk Teknis Pemerolehan Keyakinan Mutu atas Pemeriksaan Kinerja (dalam proses legislasi).

Panduan metodologi dan quality assurance pemeriksaan kinerja BPK telah memberikan dukungan bagi pemeriksa di lapangan. Namun demikian, masih dibutuhkan beberapa dukungan panduan untuk melengkapi hal-hal yang belum diatur, terkait risk management, project management dan perencanaan strategis, agar pelaksanaan pemeriksaan kinerja lebih terkelola dengan baik dan program pemeriksaan sesuai dengan perencanaan strategis atau prioritas pembangunan nasional.

Kondisi di ANAO.
ANAO telah memiliki metodologi pemeriksaan kinerja yang terintegrasi dan lengkap sehingga bisa menjadi dasar referensi bagi pemeriksa untuk melaksanakan dan menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang berkualitas. Metodologi pemeriksaan tersebut adalah Performance Audit Manual yang telah selaras dengan ISSAI.

Metodologi pemeriksaan kinerja tersebut dituangkan dalam pedoman/panduan pemeriksaan kinerja yang dapat diakses dengan mudah oleh pemeriksa. Pedoman tersebut memiliki kualitas terkait akurasi, principle based, kejelasan, mudah dipahami, relevan dengan praktik pemeriksaan kinerja, serta mutakhir. Manual tersebut telah mencakup isu-isu penting, termasuk perencanaan strategis dengan memasukkan aspek-aspek project management dan quality assurance.

2. Mengembangkan kapasitas sumber daya manusia (staf yang profesional).
Kondisi BPK.
Sebagian besar auditor BPK masih berlatar belakang dan memiliki mindset akuntan. Hal ini terjadi karena sampai saat ini BPK masih memberikan penekanan pada jenis pemeriksaan atas laporan keuangan. Pada semester pertama pemeriksa BPK akan melakukan pemeriksaan keuangan dan pada semester kedua melakukan jenis pemeriksaan lainnya termasuk kinerja.

Kondisi ini tidak ideal karena kedua jenis pemeriksaan memiliki karakteristik dan mindset berfikir yang jauh berbeda. BPK telah terdapat upaya untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan kinerja pemeriksanya, diantaranya melalui pelaksanaan diklat, sosialisasi, serta pendampingan yang berkesinambungan. Namun, upaya tersebut dirasa kurang optimal karena gap latar belakang pendidikan yang ada.

Masalah berikutnya adalah kurang meratanya kemampuan dan jumlah pemeriksa kinerja di setiap kantor perwakilan BPK, sebagai dampak dari pola rotasi yang kurang mempertimbangkan kebutuhan keahlian terkait pemeriksaan kinerja. Permasalahan lainnya adalah adanya pemahaman pemeriksaan kinerja pada tingkat middle dan top management masih belum seragam.

Kondisi ANAO.
Pemeriksaan kinerja di ANAO telah dilaksanakan oleh pemeriksa yang memiliki keahlian dan kompetensi yang dibutuhkan. Pemeriksa kinerja dituntut memiliki latar belakang keilmuan, seperti: ilmu sosial, ilmu militer, teknik, administrasi publik, policy analyst, ataupun keahlian di bidang evaluasi, yang telah diakomodir oleh ANAO mulai dari proses rekruitmen pegawai.

Hal ini terjadi karena ANAO telah memisahkan antara pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Selain itu, pemeriksa ANAO dituntut memiliki kualifikasi personal tertentu, seperti: kemampuan analitis, daya kreativitas, komunikasi lisan dan tulisan, serta kemampuan membuat pertimbangan profesional. Karena pemeriksaan kinerja pada umumnya terkait dengan administrasi publik, maka kompetensi pemeriksa kinerja di ANAO tidak terbatas pada hal-hal terkait keuangan.

Pemeriksaan kinerja di ANAO telah diakui sebagai sebuah knowledge based dan ANAO telah mengembangkan sebuah sistem transfer of knowledge yang efisien dan efektif diantara para auditornya. Dengan demikian auditor ANAO terus bisa mengakumulasi pengetahuan yang telah terspesialisasi tersebut dengan dukungan database yang kuat.

3. Memperbaiki perencanaan dan manajemen kerja yang profesional.
Kondisi BPK.
Perencanaan dan manajemen pemeriksaan kinerja di BPK saat ini masih kurang terkoordinasi dengan baik (Litbang, 2014). Hal ini disebabkan karena;
(1) tidak meratanya komitmen para anggota BPK atas pemeriksaan kinerja;
(2) fokus pemeriksaan kinerja hanya dialokasikan pada semester dua, dimana dilakukan setelah pemeriksaan keuangan yang bersifat mandatory;
(3) program pemeriksaan dibuat oleh masing-masing satuan kerja, Auditorat Keuangan Negara (AKN), sehingga (pada saat artikel ini ditulis) belum dilakukan melalui rencana stategis BPK secara komprehensif dan sinergis. Hal ini mengakibatkan tujuan pemeriksaan kinerja diindikasikan menjadi terbatas serta belum mampu melihat akar permasalahan serta masih lemahnya kesimpulan yang dihasilkan;
(4) keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia, baik dalam aspek kuantitas maupun kualitas, mengakibatkan belum optimalnya kualitas pemeriksaan kinerja. Saat ini, perencanaan dan penganggaran pemeriksaan kinerja belum dilakukan berdasarkan basis keperluan serta tujuan, dan tidak memiliki fleksibilitas yang memungkinkan pelaksanaan pemeriksaan kinerja secara optimal.

Kondisi ANAO.
ANAO telah memiliki perencanaan strategis pemeriksaan kinerja yang kemudian diterjemahkan dalam perencanaan jangka pendek (audit work program dan audit work plan) yang disusun dengan melibatkan para auditor senior yang berpengalaman di bidangnya.

Perencanaan tersebut juga merefleksikan sumber daya/kemampuan yang dimiliki, tentang berapa lama waktu pemeriksaan dan berapa banyak biaya yang dibutuhkan. Selain itu, ANAO telah mengembangkan kemampuan project management yang melekat pada perencanaan mereka, sehingga proses pemeriksaan kinerja mereka dapat dilaksanakan dengan hasil yang berkualitas dan selesai tepat waktu.

Peran manajer senior dan pemimpin tim senior telah mampu memberikan coaching kepada auditor atau staf junior mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan. Selain itu, perencanaan strategis ini benar-benar dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan pemeriksaan serta monev secara berkala.

4. Mengembangkan Quality Assurance Pemeriksaan Kinerja

Kondisi BPK
Pada saat ini pedoman quality assurance pemeriksaan kinerja masih dalam proses legislasi di internal BPK. Selama ini BPK telah memiliki Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu, tetapi Juklak ini tidak dikhususkan bagi pemeriksaan kinerja. Penjaminan kualitas pemeriksaan yang dilakukan di BPK merupakan reviu yang dilakukan pada waktu pemeriksaan (hot review) sebagai bagian dari quality control dalam tim.

Proses ini dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan secara berjenjang oleh masing-masing ketua tim, pengendali teknis/mutu dan penanggung jawab. Reviu juga dilakukan setelah pemeriksaan (cold review) yang dilakukan oleh internal control BPK.

Kelemahan yang ditemui dalam proses reviu diantaranya adalah pelaksanaan hot review seringkali tidak dilaksanakan dengan baik yang tercermin dari minimnya dokumentasi atas reviu ini. Faktor pemicu permasalahan ini diantaranya karena supervisor kurang memiliki pengetahuan yang memadai atas pemeriksaan kinerja dan peran dalam tim pemeriksaan.

Kondisi ANAO
ANAO telah mendefinisikan dan menetapkan standar serta prosedur quality assurance pemeriksaan kinerja yang memastikan standar terbaik dilaksanakan di lapangan.

Quality Assurance on Performance Audit (QAPA) di ANAO telah terintegrasi dalam audit manual mereka dan telah masuk dalam aplikasi sistem informasi terkomputerisasi yang memudahkan proses pemeriksaan serta pelaksanaan pemeriksaan kinerja yang berkualitas terlaksana. Sistem tersebut juga memastikan resiko pemeriksaan dibagi kepada berbagai tingkatan peran yang bertanggungjawab atas proses pemeriksaan.

5. Menyusun strategi pendidikan dan pelatihan di BPK
Kondisi BPK
Diklat pemeriksaan kinerja yang dilakukan BPK selama ini dikelompokkan ke dalam diklat untuk peran anggota tim dan ketua tim serta diklat eksekutif untuk para pejabat eselon. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk membentuk keahlian pemeriksaan kinerja sesuai dengan peran yang dimiliki pemeriksa. Pelatihan juga diberikan untuk topik tertentu, misalnya penetapan kriteria, penentuan area kunci ataupun diklat khusus untuk penulisan laporan pemeriksaan kinerja, yang diharapkan
menjembatani gap antara teori dan praktik.

Diseminasi pengetahuan juga dilakukan melalui sosialisasi Juklak/Juknis pemeriksaan kinerja. Selain itu, BPK juga merancang pelatihan berbentuk shortcourse bagi para pemeriksa yang disesuaikan dengan fase pemeriksaan yang sedang dilakukan (perencanaan, pelaksanaan, pelaporan), yang diharapkan lebih bisa membimbing, sekaligus untuk menjaga kualitas pemeriksaan. Namun demikian, proses knowledge management di BPK belum memiliki bentuk yang terstruktur dan menyeluruh untuk memastikan terjadi akumulasi dan penyebaran pengetahuan pemeriksaan kinerja secara merata.

Kondisi ANAO
ANAO berpendirian bahwa pelatihan pemeriksaan kinerja yang paling optimal adalah melalui on the job training (Holbert, 2014). Namun demikian, pelatihan berkualitas sebagai cara untuk memperkenalkan metodologi pemeriksaan kinerja tetap dilakukan di ANAO, khususnya bagi para auditor pemula. Pelatihan ini dilakukan melalui diklat formal maupun mentoring oleh pemeriksa kinerja yang berpengalaman.

Kegiatan transfer of knowledge ini dilakukan oleh auditor senior kepada auditor pemula. Pelatihan tersebut bisa dilakukan melalui e-learning, pembuatan tutorial tematik pemeriksaan kinerja melalui audio visual, ataupun pembuatan jurnal ilmiah/bulletin board internal ANAO sebagai wahana sharing pegetahuan. (Bersambung).

Ditulis Oleh: Nico Andrianto,

Staf Litbang Pemeriksaan Kinerja BPK RI.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka