Jakarta, Aktual.com – Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Yunus Saefulhak menyampaikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penugasan Survei Pendahuluan (PSP) dan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) sebagai upaya menggeliatkan investasi di bidang panas bumi.
Selama ini jelasnya, kendala utama pengembangan panas bumi antara lain lokasi potensi panas bumi yang terletak di hutan konservasi, adanya resistensi masyarakat, permasalahan harga, pendanaan dan proses perizinan yang berhubungan dengan bisnis panas bumi.
“Kementerian ESDM dan instansi terkait melakukan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut,” jelasnya dalam rilis yang diterima Aktual.com, Rabu (12/7)
Adapun upaya yang dimasud yakni pertama; Penugasan kepada BUMN dalam rangka pengembangan hulu dan hilir panas bumi berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2014. Kemudian Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi bagi Investor yang memenuhi persyaratan memiliki kesempatan untuk mendapatkan PSPE, sebagai insentif bagi PSPE tersebut, maka Wilayah Kerja Panas Bumi akan dilelang melalui mekanisme penunjukan langsung;
Berikut terdapat Insentif fiskal dan non fiskal berupa tax allowance dan tax holiday. Empat; Penyederhanaan perizinan melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di BKPM, pemangkasan waktu perizinan dan aplikasi pelayanan publik berbasis online untuk rekomendasi izin tenaga kerja asing, penerbitan sertifikat kelaikan penggunaan peralatan, dan penyampaian laporan berkala WKP;
Lalui Pengeboran Eksplorasi oleh Pemerintah (Government Drilling) dan Geothermal Fund yaitu pengalokasian dana eksplorasi panas bumi sebesar USD 300 Juta dari APBN. Dan terakhir, Pelelangan WKP di Indonesia Timur, fokus di Indonesia Timur sebagai upaya Pemerintah untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah tersebut khususnya yang memiliki BPP setempat yang lebih tinggi dari BPP Nasional.
Perlu dipahami bahwa bisnis panas bumi melibatkan biaya pengembangan yang tinggi, yaitu untuk pembangunan 50 sampai 100 MW, memerlukan biaya setidaknya USD 3 – 4 juta per megawatt, dengan kata lain biaya pengembangan panas bumi mencapai USD 150 hingga USD 400 juta, sedangkan untuk biaya eksplorasi dapat menghabiskan 8 sampai 9% dari total biaya proyek.
Namun demikian hal ini dapat menjadi nilai yang semakin sensitif karena delineasi sumber daya untuk mengkonfirmasi model panas bumi, dimensi reservoir, temperatur bawah permukaan, dan cadangan panas bumi menjadi hard evidence untuk menentukan pengembangan lebih lanjut. Sehingga dapat digarisbawahi bahwa tahap pengeboran eksplorasi merupakan strategi pengembangan panas bumi yang sangat penting untuk menentukan tahapan pengembangan selanjutnya.
Kedalaman sumur produksi (dalam hal sumur eksplorasi yang berhasil menghasilkan uap) dan kapasitas produksi rata-rata adalah nilai kritis dalam perancangan pembangkit listrik tenaga panas bumi, dan profitabilitas bisnis sangat bergantung pada nilai-nilai ini.
Yunus menjelaskan bahwa meskipun ada beberapa metode untuk memperkirakan temperatur reservoir dari permukaan tanah, namun masih berupa estimasi. Dengan mekanisme PSPE, maka dapat diketahui temperatur sebenarnya pada suatu lapangan dari hasil pengeboran sumur eksplorasi. Perhitungan temperatur dan luasan reservoir serta nilai keekonomian proyek adalah hal yang oleh pihak swasta dihitung dengan sangat hati-hati untuk dapat diputuskan go or not go dalam pengembangan proyek panas bumi ke depannya.
Oleh karena itu, Yunus menegaskan bahwa mekanisme PSPE merupakan langkah strategis yang diberikan oleh Pemerintah kepada calon investor bidang panas bumi untuk memastikan keberadaan cadangan panas bumi, mendapatkan perhitungan nilai keekonomian yang lebih komprehensif, mitigasi resiko pengembangan kedepan, dan kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pendanaan proyek dengan menyampaikan data dan informasi yang lebih bankable.
Sebagai catatan bahwa suatu daerah panas bumi akan memperlihatkan ciri-ciri geologi, geokimia, dan geofisika tertentu. Daerah panas bumi pada jalur gunungapi dicirikan oleh adanya kenampakan manifestasi di permukaan seperti mata air panas, fumarol, solfatara, kolam lumpur panas, steaming ground, dan zona ubahan hidrotermal. Daerah Panas bumi juga dicirikan oleh adanya anomali landaian suhu, yaitu mencapai > 7 derajat C untuk setiap penambahan 100 meter kedalaman. Pendugaan sistem Panas Bumi di daerah prospek dapat dilakukan dengan survei Geologi, Geokimia dan Geofisika sedangkan pembuktian sistem Panas Bumi dan temperatur serta dimensi reservoir hanya dapat dibuktikan melalui pengeboran sumur eksplorasi.
Lebih lanjut, Yunus Saefulhak juga menyampaikan, bahwa Pemerintah merencanakan akan melakukan penawaran Wilayah PSPE tahun 2017 meliputi Hu’u Daha (NTT), Gunung Papandayan (Jawa Barat), Pentadio (Gorontalo), dan Wai Umpu (Lampung). Diharapkan upaya ini dapat mempercepat pengembangan Panas Bumi di Indonesia sehingga tercapai target pengembangan sebesar 7.2 GW pada tahun 2025.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan