Indonesia juga bisa mencontoh Korea Selatan yang sukses menjalankan industrialisasi. Negara Gingseng tersebut hanya dalam kurun waktu 30 tahun, ekonomi Korea Selatan berhasil meroket menjadi negara berpenghasilan tinggi.
Padahal, pada era 1950-an, Korea Selatan dan Indonesia masih berada pada posisi yang relatif sama. Bedanya, Korea Selatan mengandalkan program industri yang terstruktur dan masif dengan mengandalkan industri berat dan berteknologi maju atau industri yang selain padat investasi juga padat teknologi.
Sementara itu, pada periode yang sama, Indonesia justru mengembangkan industri yang bersifat padat karya dengan nilai tambah yang rendah.
“Saat ini, pasokan logam tanah jarang untuk Industri elektronik 90% dihasilkan dari Tiongkok. Padahal, Indonesia juga memiliki sumber daya logam tanah jarang yang melimpah dan dapat dikembangkan lagi untuk memproduksi thorium,” ujar Zulnahar.
Sebelumnya, KEIN melalui working group ESDM-nyya baru-baru ini melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat untuk mendapatkan masukkan dan dukungan untuk mengembangkan energi thorium sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir thorium (PLTT).
Nantinya, Indonesia dapat mengembangkan industri thorium untuk kebutuhan pembangkit setelah adanya keputusan resmi dari pemerintah dalam hal ini Bapak Presiden Joko Widodo.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid