Jakarta, Aktual.co —Keberadaan deep tunnel atau terowongan bawah tanah multifungsi dianggap penting untuk solusi mengatasi banjir di DKI Jakarta. Direktur Eksekutif Indonesia Water Institute, Firdaus Ali, menjelaskan kembali mengenai apa itu konsep deep tunnel.
Kata dia, deep tunnel adalah terowongan dengan diameter 13 meter yang di dalamnya ada dua lapisan untuk jalan tol, sedangkan di bawahnya ada aliran untuk air. Di hulunya, yakni di Balekambang ada waduk yang memisahkan sampah. Sehingga saat air masuk ke dalam terowongan sudah dalam keadaan bebas banjir.
Untuk rutenya, bisa dari Pasar Minggu, MT haryono, Manggarai, Tanah Abang, Roxy kemudian Pluit.  “Nantinya air yang mengalir pada deep tunnel akan berujung di laut lepas. Jalan tolnya masuk ke tol bandara, lalu air limbahnya masuk ke Pluit untuk diolah,” ujar dia, usai rapat bersama Wakil Gubernur, di Balai Kota, Jumat (13/2).
Lalu bagaimana dengan solusi penanganan banjir jangka pendek sebelum deep tunnel jadi dikerjakan? 
Faisal menjelaskan itu bisa dilakukan dengan penambahan jumlah pompa. Selain itu, Pemprov DKI juga disarankannya melakukan modifikasi cuaca. Selain itu, polder di Jakarta minimal harus punya 47 buah, yang saat ini baru ada 31. “Ini juga kurang. Ini tantangan pemimpin yang baru untuk mempercepat polder. Tidak hanya membangun tapi harus memastikan polder itu bekerja, pompanya disiapkan, suplainya listriknya disiapkan,” papar dia.
Sedangkan mengenai keluhan kerap munculnya banjir saat proses pengerjaan proyek, dia menjelaskan, salah satu faktornya adalah karena adanya perubahan bentang lahan. Yang tadinya Ruang Terbuka Hijau (RTH) jadi ruang binaan. Sehingga air otomatis lebih cepat masuk ke saluran yang besarnya tetap. “Banjir adalah teori antrian, karena air berebut dan mengejar untuk mencari saluran. Sementara saluran nggak membesar. Makanya ketika kita membangun, otomatis mempengaruhi drainase,” ucap dia.
Oleh karena dibutuhnya deep tunnel atau  disiapkan drainase yang bisa dilewati kendaraan. Karena menurutnya saat ini kondisi drainase DKI Jakarta hampir 60persen sudah tua yang dibangun 50 tahun yang lalu. Bahkan Joko Widodo sendiri, ujar dia, saat masih jadi Gubernur DKI pernah masuk ke dalam saluran drainase di Jalan MH Thamrin yang ternyata tingginya hanya 60cm.
“Jadi wajar saja, ibarat pembuluh darah manusia kalau sudah tua kan tersumbat, kalau tersumbat bisa stroke. Drainase itu juga sedang mengalami stoke drainase sistem,” ucap dia.
Menurut dia, kondisi drainase di Jakarta akan lebih buruk lagi apabila normalisasi sungai tidak ada.  “Sekarang kan lama waktu genangan tidak selama sebelumnya. Genangan banjir dilihat dari luas dan lamanya menggenangi tempat itu,” sambungnya
Dia menegaskan untuk pengerjaan solusi banjir jangka pendek harusnya secepat mungkin dalam waktu satu tahun, karena untuk drainase jelas harus diperbaiki dan diganti. “Kalau bisa kerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 365 hari setahun ya kerjakan secepatnya,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh: