Jakarta, Aktual.com – Predikat pelanggar undang-undang hampir pasti melekat di pundak Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. Sebabnya, lantaran belum jua memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama selaku Gubernur DKI Jakarta.
Sesuai Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014, kepala daerah, termasuk gubernur yang sah secara hukum berstatus terdakwa, harus diberhentikan sementara. Untuk Gubernur atau Wagub diberhentikan oleh Presiden.
Sementara dalam Pasal 163 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, gubernur terpilih yang menjadi berstatu sebagai terdakwa juga harus diberhentikan secara sementara.
“Menurut UU Pemda dan Pilkada, (kepala daerah berstatus) terdakwa diberhentikan sementara wajib hukumnya, tidak ada kecuali,” ujar ahli hukum pidana dari Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita melalui akun twitter @rajasundawiwaha, dikutip Aktual.com, Rabu (8/2).
Kata Romli, pemberhentian Ahok harus dilakukan setelah masa cuti kampanye Ahok berakhir pada 11 Februari 2017.
“Cuti (kampanye) berakhir bagi Ahok, maka pemberhentian sementara belaku, dan (masa tugas) Plt Gubernur diperpanjang lagi,” ucap penggagas UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Karenanya, lanjut Romli, pemberhentian Ahok merupakan suatu keniscayaan. Kalau tidak, Presiden Jokowi dapat dianggap sebagai pengangkang UU.
“Jika Ahok melanjutkan jabatan gubernur, maka Presiden melanggar dua UU tersebut,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Mendagri hingga kini belum juga memberhentikan Ahok selaku Gubernur DKI. Sebelumnya, alasan Tjahjo menunggu nomor register perkara yang membelit Ahok.
Selanjutnya, politikus PDI-P itu kembali berdalih menunggu tuntutan Jaksa yang menangani kasus Ahok. Padahal, UU Pemda maupun Pilkada tidak mengatur demikian.
Ahok sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penodaan agama sejak 2016 lalu, dan resmi berstatus sebagai terdakwa pada Desember 2016. Calon Gubernur DKI 2017-2022 ini disangka melanggar Pasal 156a huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
Laporan: M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby