SVP Integrated Supply Chain (ISC), Daniel S Purba, saat Workshop mengenai update kinerja ISC di kantor Pertamina Pusat, Jakarta, Rabu (21/9). PT Pertamina (Persero) akan meracik Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium ‎sendiri di fasilitas blending Tanjung Uban, Bintan. Dengan begitu dapat menghemat impor sebesar 2 juta barel per bulan. Aktual/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – PT Pertamina (Persero) memproyeksikan impor bahan bakar minyak (BBM) dengan RON 92 (Pertamax) tahun 2017 mencapai 36 juta barel atau meningkat 45 persen dari tahun sebelumnya sebesar 25 juta barel.

Senior Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Daniel Purba mengatakan peningkatan impor sebesar 11 juta barel dari tahun sebelumnya tersebut karena konsumsi masyarakat yang kini beralih ke BBM jenis Pertamax.

“Kami memproyeksikan Pertamax akan meningkat konsumsinya sehingga dibutuhkan impor lebih besar menajdi 36 juta barel. Ekspektasi kita karena melihat pola pada tahun 2016,” kata Daniel dalam jumpa pers di Kantor Pusat Pertamina Jakarta, Jumat (7/4).

Daniel memaparkan impor Pertamax sejak 2015 hingga proyeksi dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2017 melonjak hingga tiga kali lipat yakni dari 8 juta barel pada 2015 menjadi 36 juta barel pada 2017.

Di sisi lain, Pertamina memprediksi penurunan kuota impor BBM jenis Premium (RON 88) sekitar 16 persen menjadi 62 juta barel dari 73,7 juta barel pada tahun sebelumnya.

“Kalau dilihat empat tahun ke belakang sebelum 2016, impor Premium sekitar 110 juta barel pada 2012, sekarang tinggal 60 juta artinya tinggal 60 persen kurang lebih dari rencana 2017,” ungkapnya.

Sementara itu, Pertamina juga memperkirakan kenaikan impor gas elpiji pada 2017 4,95 juta ton dari impor 2016 sebesar 4,4 juta ton.

Berdasarkan data ISC Pertamina, impor gas elpiji sejak 2013 terus meningkat, yakni 3,4 juta ton pada 2013; 3,6 juta ton pada 2014; 4,1 juta ton pada 2015 dan 4,4 juta ton pada 2016.

Daniel mengungkapkan ada tiga alasan yang menyebabkan impor gas elpiji meningkat setiap tahun, yakni konversi dari minyak tanah, permintaan meningkat dan ketersediaan gas dalam negeri.

“Konversi minyak tanah ke Epliji semakin meluas, kedua demandnya juga meningkat, ketiga supply dalam negeri juga terjadi ada dinamika penurunan. Untuk menyeimbangkan, kita impor Elpiji,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan