Jakarta, Aktual.com — Bila Anda pergi ke kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, kita bisa melihat pakaian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Pakaian ini digunakan setiap hari Selasa pada Minggu pertama dan ketiga, dan sudah berjalan efektif sejak awal Februari lalu.
Menurut M. Chozin Amirullah, Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, gagasan Mendikbud Anies Baswedan ini merupakan upaya pelestarian budaya, menampilkan keberagaman Indonesia.
“Kebudayaan akan tumbuh, salah satunya dengan upaya nyata dan sistematis oleh pemerintah. Bagaimana kita akan mengajak warga mencintai budaya Indonesia, sementara di internal kita belum memulainya?. Ini salah satu kebijakan untuk menghadirkan identitas kebhinekaan, ke-Indonesiaan,” ujar pria yang akrab disapa Bang Chozin tersebut, seperti rilis yang diterima redaksi Aktual.com, di Jakarta, baru-baru ini.
“Ini terobosan yang asyik dari Mendikbud, kita dukung karena pelestarian budaya harus dimulai dari diri sendiri, dari yang sebelumnya biasa menjadi terbiasa, merasakan kemudian mencintai warisan budaya negeri,” terang Nur Berlian VA, Kepala Bidang Penelitian Kebudayaan, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Balitbang, Kemdikbud.
Kebijakan pemakaian pakaian daerah ini juga diapresiasi oleh pendiri Relawan Komunitas Peduli ASEAN (KAPAS), Hariqo Wibawa Satria. Hariqo mengatakan, setiap pakaian daerah punya cerita, kebijakan ini menghadirkan obrolan tentang sejarah, seni dan kebudayaan di internal Kemendikbud dan di luar Kemendikbud.
“Tidak usah jauh-jauh, saat akan berangkat kerja saja, dengan orang tuanya memakai pakaian daerah, anak-anak dari pegawai Kemendikbud sudah dapat pendidikan nyata, belum lagi tetangga mereka, ini kebijakan kecil yang dampaknya luar besar, ‘small but giant’, saya lihat mereka juga posting di medsos soal ini, ini kebijakan yang membuat setiap orang hepi”, jelas Hariqo.
Hariqo kembali menjelaskan bahwa komunitasnya juga membangun gerakan serupa, yaitu mempromosikan penggunaan kaos daerah kepada anak-anak muda. “Kami sudah sosialisasi juga di ‘Car Free Day’, Indonesia ini ada 520-an Kota/Kabupaten, namun tidak banyak yang punya kaos daerah.”
“Kami mengajak generasi muda untuk menggunakan kaos bertuliskan nama Provinsi, Kota, Kabupaten atau kaos bertuliskan kuliner dan tujuan wisata di Indonesia, moga gerakan ini menginspirasi daerah untuk memaksimalkan kaos dan medsos untuk promosi,” kata Hariqo yang juga aktif di Komunikonten ini.
Senada dengan Hariqo, pegiat komunitas budaya dari Yayasan Danurweda, Unggul Sudrajat, melihat bahwa kebijakan ini akan mendorong para pegawai untuk mengapresiasi pakaian daerah dari berbagai suku bangsa yang ada, tidak hanya dominasi suku bangsa tertentu saja. Selain itu diyakini hal ini akan meningkatkan industri kecil dan menengah yang bergerak di bidang budaya.
“Gerakan pelestarian budaya akan tumbuh, dan para pelaku usaha berbasis budaya juga akan mendapatkan manfaatnya. Semisal baju daerah Jawa, berapa banyak manfaat ekonomi yang akan diperoleh perajin lurik, blangkon, batik, hingga empu dan perajin keris?. Coba lihat di Sumenep Madura sebagai sentra industri budaya keris terbesar di Asia Tenggara, ada 647 empu dan perajin keris yang akan terbantu dengan gerakan ini. Produksi akan terus berjalan, sektor UKM akan tumbuh. Saya yakin bila kita konsisten, akan banyak manfaat yang diterima semua pihak,” ujar Unggul yang juga Peneliti Sejarah dan Budaya di Puslitjakdikbud, Balitbang, Kemdikbud.
Kebijakan terkait pemakaian pakaian daerah ini tertuang dalam Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemdikbud Nomor 1051/A.A6.SE/2016 tentang Pakaian Kerja Pegawai di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak 2 Februari lalu, pemakaian pakaian daerah ini telah resmi pelaksanaannya di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dari tingkat pusat hingga UPT di daerah.
Banyak pihak berharap kebijakan ini bisa ditularkan hingga tingkat pemerintah daerah agar semakin banyak kalangan, khususnya generasi muda semakin mengenal budayanya.
Artikel ini ditulis oleh: