Jakarta, Aktual.com – Rencana Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menggusur kawasan Luar Batang dapat penolakan warga. Pasalnya, bukannya lakukan lewat dialog, Ahok justru dianggap lakukan intimidasi ke warga.
Seperti dituturkan salah seorang tokoh Luar Batang, Daeng Mansur. Saat pengukuran, kata dia, tim dari Kecamatan dikawal oleh tentara, polisi dan Satpol PP. “Jumlahnya bukan satu atau dua, tapi sangat banyak. Nah itu kan satu bentuk intimidasi,” ucap pengurus sekretariat Masjid Luar Batang itu kepada Aktual.com, di Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (27/3).
Gaya-gaya intimidasi dengan melibatkan TNI seperti itu menurut dia sangat tidak pantas dilakukan. Sebab TNI sepatutnya bertugas untuk menjaga kedaulatan Negara dari serbuan asing, bukan di penggusuran warga. Begitupun dengan Polri yang tugasnya adalah melindungi dan mengayomi masyarakat. “Tapi ini TNI dan Polri dimanfaatkan untuk menakut-nakuti rakyat,” kata dia.
Menurut dia, tindakan yang dilakukan Ahok ini justru memecah belah. Karena rakyat pada akhirnya, disengaja atau tidak, akan muncul kebencian terhadap tentara dan polisi. “Ini artinya, pemerintah sudah menyalahgunakan fungsi keamanan negara, baik TNI maupun kepolisian,” ucap dia.
Kekhawatiran Mansur, tindakan Ahok juga bisa mengancam keberadaan etnis Tionghoa di Jakarta. Mansur mengaku sependapat dengan pendapat Jaya Suprana kalau kelakuan Ahok bisa meningkatkan sentimen kepada warga Tionghoa. “Karena orang kan nggak melihat dia (Ahok) sebagai gubernur, tapi jadi Tionghoa-nya yang dilihat,” jelas Mansur.
Kemungkinan itu, ujar dia, diperparah dengan lokasi – lokasi penggusuran untuk alasan penghijauan yang banyak dihuni warga pribumi. Sedangkan kawasan perumahan elit yang jelas mencaplok ruang terbuka hijau tidak diganggu. “Gusur dong, perumahan elit yang nyata-nyata salah. Kenapa harus pribumi yang harus kena?” ujar Mansur dengan nada menggugat.
Diingatkan Mansur, jika Ahok keras kepala melanjutkan menggusur Kampung Luar Batang yang bersejarah memakai intimidasi, bisa menimbulkan kekisruhan sosial yang besar seperti tragedi 1998. “Apa itu mau dihidupkan kembali?” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh: